Ciri-ciri Guru-guru Palsu Pada Zaman Sekarang Berdasarkan Yudas 1:3-25



Ciri-ciri Guru-guru Palsu
Pada Zaman Sekarang Berdasarkan
Yudas 1:3-25

Pendahuluan
            Martin Luther adalah seorang reformator dari Jerman yang mengubah pola pandang gereja pada abad 16. Gereja-gereja di barat dikuasai dan diatur oleh keputusan-keputusan Paus di Vatikan, sehingga keputusan-keputusan tersebut otoritasnya di atas Alkitab. Martin Luther dengan iman yang telah diubahkan Tuhan saat ia membaca Roma 1:17 melakukan perubahan yang sangat signifikan di dalam sejarah gereja, dimana salah satunya dia mengembalikan kembali wibawa Alkitab di tengah-tengah gereja, yaitu menjadikan Alkitab sebagai otoritas tertinggi bagi gereja (sola scriptura). Dengan 95 dalil yang dibuatnya, gereja mendapatkan pencerahan yang mengubahkan tolak ukur gereja dalam memutuskan sesuatu dan dalam memberi pengajaran, yaitu hanya dari Alkitab.
            Namun dalam memperjuangkan apa yang diimaninya, Martin Luther kerap kali mendapatkan perlawanan, baik dari para teolog terkenal yang mempertentangkan imannya melalui perdebatan akademis, dan juga perlawanan mental melalui pernyatan Paus bahwa dia mengajarkan pengajaran sesat, pengucilan dan ancaman-ancaman pembunuhan.[1] Martin Luther tetap kokoh imannya, dengan berani ia juga membela imannya di hadapan wakil Paus untuk membuktikan tidak ada kesesatannya berdasarkan Alkitab dan bukan berdasarkan Paus, dengan berkata “Bahwa saya bisa sesat sebagai manusia, tentang itu saya yakin. Akan tetapi, hendaknya saya diperbolehkan menuntut supaya dari firman Allah dibuktikan kepada saya bahwa saya sesat...Saya tidak percaya kepada Paus atau kepada konsili-konsili saja, karena sudahlah jelas seperti siang bahwa mereka berkali-kali sesat dan seringkali bertentangan dengan dirinya sendiri. Suara hati saya tertangkap dalam firman Allah: menarik kembali, saya tidak dapat dan saya tidak mau sama sekali. Semoga Allah menolong saya. Amin”.[2] Imannya ini tetap teguh sampai ia mati. Karena itulah lagu yang dibuatnya “Batu Karang Yang Teguh” sangat cocok dengan kepribadiannya yang kokoh terhadap imannya, yang disebabkan kuasa pelindungnya yaitu “Batu Karang Yang Teguh” Yesus Kristus.
            Bagaimana dengan keadaan jemaat Tuhan sekarang, apakah jemaat Tuhan bebas dari hal-hal yang sedang menguji imannya? Sebenarnya apa yang sedang jemaat Tuhan hadapi di zaman sekarang, yang sedang berhadapan dengan iman jemaat Tuhan, yang siap meruntuhkan iman jemaat Tuhan? adalah seperti zaman jemaat yang diingatkan oleh Yudas melalui surat yang dituliskannya.
            Pada ayat 3 Yudas menuliskan: “saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa terdorong untuk menuliskan ini kepada kamu dan menasehati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus” NIV:  “I felt I had to write and urge you to contend for the faith that was once for all entruted to the saints.” Jadi, intinya Yudas menasehati jemaat untuk berjuang mempertahankan iman mereka yang telah diberikan Allah sekali dan untuk selamanya, yaitu kepada mereka yang telah dikuduskan-Nya melalui korban Anak-Nya di kayu salib (orang-orang kudus). Namun dari apa jemaat berjuang untuk mempertahankan iman mereka? Yaitu dari guru-guru palsu.
            Siapakah guru-guru palsu ini?
            Mereka adalah bagian dari antara kita, namun kita tidak menyadarinya, melainkan kita menerima keberadaannya atau mungkin kita mendengar dan mengiyakan apa yang dijarkannya. Ayat 4 dituliskan “sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu” Kata “masuk menyelusup” dan kata “di tengah-tengah kita” menunjukkan keberadaan mereka sudah ada di antara kita tetapi keberadaan mereka tidak kita ketahui bahwa mereka adalah nabi palsu tetapi mungkin kita menerimanya dan mendengarkannya dan mengikutinya.[3] Namun Yudas memberitahu ciri-ciri mereka, yaitu

1. Menyalahgunakan kasih Karunia Allah untuk melegalkan dosa mereka.
            Ayat 4. “yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka”. Orang-orang ini mengajarkan tentang kasih karunia Allah dengan tujuan membebaskan dirinya untuk berbuat dosa. Di antanranya adalah pemahaman yang mengajarkan bahwa pada akhirnya semua orang masuk sorga, siapa pun orang itu, itu dikarenakan Allah maha kasih dan maha kuasa, yaitu paham universalisme.
            Salah satu tokoh universalisme F. Schleiermacher berpendapat: “Kemurahan dan kasih Allah tidak akan mengirim seorang pun masuk ke neraka yang kekal...Sesungguhnya kasih Allah yang berdaulat adalah lompatan untuk menyelamatkan semua orang...Sorga akan dirusak apabila penghuninya didorong untuk menyaksikan mengenai penderitaan kekal dari orang-orang yang dihukum.”[4] Sebelum F. Schleiermacher, Origen berpendapat bahwa pada akhirnya bukan saja semua orang akan diselamatkan, bahkan Iblis dan setan-setan pun akan diselamatkan.[5]. Intinya, semua orang pada akhirnya masuk sorga, dan neraka tidak ada.
            Pengikut dari pandangan universalisme di Amerika Serikat dan Kanada pada tahun 1975 sudah mencapai 210.648 orang yang tersebar dalam 1019 gereja[6]. Dan mungkin, paham universalisme ini sudah tersebar juga di Indonesia. Mereka penganut universalisme sering disebut juga sebagai pemikir-pemikir dari kaum liberalisme, dan mereka kaum liberalisme sudah banyak mengajar di fakultas-fakultas Teologia bahkan di antara mereka ada yang menjadi pendeta di gereja-gereja di Indonesia, di mana jemaat atau mahasiswa yang diajar mereka tidak menyadari keberadaan mereka sebagai guru-guru palsu, bahkan mungkin sudah banyak yang mengikuti pehamaan mereka.
            Satu lagi, yaitu mereka yang salah memahami pengajaran sekali selamat tetap selamat dan tidak akan mungkin terhilang, sehingga mereka meninggalkan tanggung jawab mereka sebagai orang Kristen dan berpikir bahwa mereka bebas berbuat dosa, karena mereka pikir mereka sudah pasti selamat dan keselamatan adalah mutlak karena anugerah Tuhan, bukan karena perbuatan mereka dan perbuatan mereka tidak pernah menggagalkan atau mensukseskan karya keselamatan Allah terhadap diri mereka sendiri. Mereka ini sering disebut dengan sebutan Hiper-Calvinis, yang hanya berfokus pada kedaulatan Allah tetapi menanggalkan fakta bahwa manusia juga memiliki tanggung jawab terhadap Allah.[7]. Ada juga penganut Antinomianisme yang mirip dengan pemahaman di atas, mereka berpendapat bahwa anugerah Allah bukan hanya membebaskan kita dari kutukan hukum Allah, tetapi membebaskan kita dari keharusan untuk menaati hukum Allah, karena Yesus telah membebaskan mereka dari hukum Allah.[8]
            Mereka-mereka ini sudah ada di gereja-gereja, mungkin sudah ada jemaat yang mengikuti cara hidup mereka, mungkin juga di antara jemaat sudah memakai argumen tersebut untuk melegalkan perbuatan mereka. Dan bukan sekarang saja ada pemikiran seperti ini, Rasul Paulus juga sudah mengatisipasi bahwa akan ada orang-orang yang salah mengerti akan pemahaman keselamatan mutlak karena kasih karunia Allah dengan menuliskan Roma 6:1-23.
            Memang benar keselamatan tidak mungkin hilang dan merupakan karya Allah semata-mata kepada orang-orang yang dikasihi-Nya, tetapi manusia yang telah diselamatkan memiliki tanggung jawab sebagai orang Kristen, yaitu melakukan Firman Tuhan dan terus berusaha hidup kudus di hadapan Tuhan. “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini (Firman Tuhan)”.[9]

2. Menyangkal Yesus Kristus adalah satu-satunya Penguasa dan Tuhan.
            Ayat 4 “...dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus.” NIV: “...and deny Jesus Christ our only Sovereign and Lord.” Penganut Liberalisme yang juga termasuk dari bagian yang mengaku diri mereka sebagai Kristen[10], namun mereka adalah orang-orang yang tidak mempercayai Yesus adalah Allah, melainkan Yesus hanyalah manusia biasa yang diurapi Allah, sehingga menjadi pribadi yang sangat baik dan dapat dijadikan contoh oleh setiap orang. Paulus Daun menjelaskan pemahaman Liberalisme mengenai Yesus: “Yesus Kristus adalah teladan yang baik bagi manusia, Guru yang Agung di bidang etika. Manusia yang sempurna dan para pengikutnya meninggikan dia sebagai Allah”.[11]. Salah satu tokoh Liberalisme yang terkenal di Indonesia adalah Iones Rakmat, yang berpendapat mengenai Yesus: “Kesatuan Yesus dengan Bapa seperti dinyatakan dalam Yohanes 10:30 adalah kesatuan Yesus dengan kuasa Allah yang tampak di dalam kiprah-kiprahnya. “Kesatuan” ini bukanlah kesatuan hakikat sepenuh-penuhnya dan dengan demikian tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa Anak Manusia adalah Allah; tetapi menegaskan bahwa menerima kuasa ilahi atau mendapat bagian di dalam kuasa Bapa yang membuat ia berkiprah seturut kehendak dan di dalam kuasa Bapa yang mengutusnya yang lebih besar dari padanya.”[12]
            Tokoh Liberalisme yang terkenal di Indonesia menurut Stevri I. Lumintang di antaranya adalah Eka Darmaputera, Martin L. Sinaga, E.G. Singgih[13], John A. Titaley[14], Iones Rakhmat, Th. Sumartana, B.J. Banawiratma, Victor Tanja, Franz Von Magnis-Suseno dan lain-lain.[15]. Mereka-mereka ini di antaranya ada yang sebagai dosen di fakultas teologia dan ada juga sebagai pendeta di gereja-gereja di Indonesia. Mereka ini hanya sebagian penganut paham liberalisme yang berani secara terang-terangan, namun sebenarnya selain mereka sudah banyak orang di Indonesia yang sebagai dosen mau pun pendeta yang tersebar di fakultas –fakultas atau sekolah-sekolah tinggi teologia dan di gereja-geraja di Indonesia pemegang paham Liberalisme, tetapi banyak di antara mereka tidak berani terang-terangan mengaku bahwa mereka adalah penganut Liberalisme.
            Kaum Liberalisme dalam gerakannya mereka juga dapat dikatakan kaum pluralisme. Di mana semangat mereka adalah menyatukan semua agama sehingga terjadi kerukunan umat beragama. Oleh karena itu semua yang berbau eksklusif dalam agama harus diruntuhkan, dan pengajaran Kristen yang eksklusif adalah Yesus (Yesus dipercayai oleh orang Kristen sebagai Tuhan dan satu-satunya juruselamat manusia, di luar Yesus tidak ada keselamatan dan tidak ada yang dapat mengenal dan menyebah Allah di luar Yesus), maka keeksklusifan Yesus harus diruntuhkan. Tugas pluralisme yang mengaku sebagai Kristen inilah yang menghancurkannya sehingga orang Kristen tidak lagi mengakui keeksklusifan mereka mengenai Yesus, sehingga mereka mengakui bahwa agama-agama yang lain juga menyembah Allah dan mereka juga pasti diselamatkan melalui agama mereka masing-masing dan melihat bahwa bukan mereka saja yang benar tetapi semua agama pun benar.
            Salah satu perjuangan mereka untuk meruntuhkan keeksklusifan Yesus, yaitu dengan mencari hanya bukti-bukti yang memperkuat pendapat mereka dan merangkai bukti-bukti tersebut untuk meyakinkan orang-orang Kristen yang diajar oleh mereka bahwa Yesus yang sesungguhnya di dalam sejarah adalah hanya manusia saja, dan tidak pernah dilahirkan oleh perawan dan tidak juga pernah bangkit dari kematian, begitu juga kenaikannya kesurga. Semua kisah tentang Yesus di Alkitab adalah hasil rekayasa para murid saat itu atau hasil iman dari para penulis Injil dan bukan Yesus yang sebenarnya di dalam sejarah.[16]           Salah satu pakar Perjanjian Baru dari Liberalisme yang menurut Darrel L. Bock dan Daniel B. Wallace merupakan seorang yang bonafide dan sekaligus ahli kritik teks yang terkemuka di Amerika Utara pada abad sekarang  yang berani membuktikan bahwa Yesus bukan Tuhan dengan argumentasi bahwa laporan Injil telah mengalami perubahan-perubahan sehingga laporan Injil mengenai Yesus tidak dapat dipercaya lagi, sedangkan Injil aslinya sudah tidak ada lagi, yang ada hanyalah salinan-salinannya yang sudah mengalami perubahan-perubahan, yaitu Bart D. Ehrman dengan bukunya “Misquoting Jesus: The Story behind Who Changed the Bible and Why” diterbitkan pada tahun 2005.[17]. Tetapi anehnya – tidak tahu motivasi apa di balik penulisan Bart D, Ehrman di bukunya “Misquoting Jesus” – di dalam tulisannya yang lain ia mengakui bahwa perubahan-perubahan itu sama sekali tidak signifikan, tidak penting dan tidak berguna.[18] bahkan ia juga menyetujui bahwa teks yang telah disalin adalah sama dengan teks-teks yang diwariskan, sehingga tidak terjadi perubahan yang berarti.[19] Sebelumnya ia bersama dengan profesor Bruce Metzger berdasarkan penelitian bersama menemukan bahwa teks Perjanjian Baru memiliki banyak salinan-salinan dan banyak kutipan-kutipan Perjanjian Baru pada tulisan-tulisan para Bapa Gereja sehingga para kritik teks dapat melakukan pengecekan silang sehingga dapat menemukan Perjanjian Baru yang asli.[20] Gurunya Ehrman saja yaitu Bruce Metzger dalam wawancara dengan Lee Strobel saat ditanya oleh Lee Strobel: “Berapa banyak doktrin gereja yang terancam karena varian-varian ini?”, maka jawabnya Bruce Metzger: “Saya tidak mengetahui doktrin apa pun yang terancam”, Strobel kembali bertanya: “tidak ada?” jawab Metzger: “tidak ada.”[21]
            Satu lagi, yaitu ada orang-orang mengaku dirinya Kristen, namun sebenarnya sering sekali pengajaran mereka tersirat ajakan yang sedang mengarahkan orang-orang Kristen jadi tuhan dan Yesus hanya sebatas oknum yang harus memenuhi semua keinginan mereka.[22] Hal ini menyebabkan keterbalikan kedudukan, seharusnya kita sebagai orang Kristen harus berpikir dan berusaha menemukan dan melakukan apa-apa saja yang Tuhan Yesus kehendaki, namun telah menjadikan Tuhan Yesus untuk berusaha menemukan dan melakukan atau memenuhi apa-apa saja yang kita mau. Hidup harus sukses dan tidak pernah gagal, harus makmur dan tidak miskin atau kekurangan, sehat dan tidak pernah sakit, selalu lancar-lancar saja dalam hidup ini, tidak pernah terkena musibah dan selalu aman-aman saja, semua yang diingini akhirnya terwujud dan seterusnya yang sifatnya keinginan kitalah yang jadi dengan cara “memaksa” Yesus dan “mengguncang” tahta-Nya mungkin juga dengan “mengancam-Nya” dan juga “menyuap-Nya” dengan janji-janji supaya pada akhirnya Yesus luluh hati-Nya dan mengubah kehendak-Nya sehingga Ia melakukan apa yang kita kehendaki. Jadi, menjadikan manusia sebagai pusat segala sesuatu bukan Tuhan Yesus sebagai pusat segala sesuatu. Jelas sekali hal ini bertentangan dengan Firman Tuhan “sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya”,[23]  “Karena di dalam Dialah (Yesus) telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singasana, maupun kerajaan, baik pemerintah maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia (Yesus) dan untuk Dia (Yesus).”[24] Pusat kehidupan orang Kristen adalah Yesus Kristus, karena Dialah satu-satunya Penguasa dan Tuhan atas segala sesuatu.
                                                           
3. Suka Mengaku Mendapatkan Mimpi-mimpi (Pewahyuan dari Tuhan)
            Ayt 8 “namun demikian orang-orang yang bermimpi-mimpian ini...” Yudas menyebut mereka orang-orang yang bermimpi-mimpian. NIV: “these dreamers”. Kata bermimpi-mimpian memakai bahasa Yunani “enupniazomenoi” = mimpi, kata “enupniazomenoi” adalah kata kerja present pasif dan sebagai kata kerja yang dipakai untuk menerangkan kata benda subjek, kata benda subjeknya adalah “orang-orang”, berarti guru-guru palsu ini bukan aktif atau sengaja dalam bermimpi, tetapi pasif atau dapat dikatakan selalu mendapatkan mimpi dari.... Nah, jika dibandingkan dengan Kisah Rasul 2:17 maka kata bermimpi menunjukkan orang-orang yang mendapatkan pewahyuan dari Allah. Jadi, dapat dikatakan bahwa guru-guru palsu ini sering sekali mengaku-ngaku mendapatkan pewahyuan berupa mimpi-mimpi, karena itulah Yudas menyebut mereka orang-orang yang “bermimpi-mimpian”.
            Kejadian ini bukan hal yang baru pada zaman Yudas, di dalam Perjanjian Lama juga ada nabi palsu yang mengaku mendapatkan pewahyuan dari Allah dan sering bertentangan dengan nabi asli, namun keberadaan mereka sering lebih diterima oleh bangsa Israel dari pada nabi asli. Begitujuga pada zaman sekarang, banyak sekali orang-orang yang mengaku mendapatkan mimpi dari Tuhan, dan keberadaan mereka lebih diterima oleh jemaat dari pada pengkotbah yang menyampaikan firman Tuhan hanya dari Alkitab secara dalam dan menditail. Jika ada orang yang mengaku bahwa dia mendapatkan mimpi atau rohnya telah di bawa ke neraka atau ke sorga, maka bukunya laku keras, dan diundang di mana-mana untuk menyampaikan mimpinya tesebut atau pengelihatannya tersebut. Sedangkan pengkotbah yang menjelaskan tentang neraka atau sorga hanya berdasarkan Alkitab (tidak ditambah-tambah), maka menjadi kurang menarik, sehingga kurang laku.
            Ada juga orang yang mengaku-ngaku telah mendapatkan mimpi atau pewahyuan bahwa Indonesia pada tahun sekian akan mengalami ini dan itu, maka banyak orang akan digerakkannya untuk bersama-sama berdoa untuk Indonesia secara keseluruhan di Indonesia, tetapi seorang pengkotbah menyuruh mereka berdoa untuk bangsa di mana mereka berada karena itu perintah Tuhan, maka hal itu tidak terlalu mendorong banyak orang untuk berdoa bersama secara keseluruhan di Indonesia. Ada orang yang mengaku-ngaku bahwa dia mendapat pengelihatan bahwa ada roh ini atau itu yang menguasai daerah ini,[25] maka orang tersebut didengar, sehingga berkumpul banyak orang di daerah tersebut untuk berdoa bersama, tetapi seorang pengkotbah yang menjelaskan hanya berdasarkan Alkitab (tidak ditambah-tambah) mengenai doa bagi daerah di mana mereka tinggal, maka pengkotbah itu kurang dapat mengerakkan banyak orang untuk bersama-sama berdoa bagi daerah tersebut.
            Hati-hati dengan guru-guru palsu yang suka mengaku-ngaku bahwa dia mendapatkan mimpi atau pewahyuan berupa pengelihatan atau mendengar suara Tuhan. Sejarah membuktikan bahwa orang-orang yang masih mengakui bahwa masih ada pewahyuan setelah kitab Wahyu, maka orang-orang tersebut adalah orang-orang yang mudah disesatkan dan mudah menjadi penyesat. Salah satu contohnya adalah bidat atau ajaran sesat Mormon, yang didirikan oleh Joseph Smith, ia mengaku mendapat ilham atau pewahyuan dari malaikat, dan dari Yohanes Pembaptis, Petrus, Yakobus, Yohanes, Musa, Elia, saat mereka mengunjunginya.[26]
            Pewahyuan itu hanyalah Alkitab, tidak ada pewahyuan tambahan di luar Alkitab (sola scriptura/ hanya Alkitab). Ichwei G. Indra, “Berakhirnya kanonisasi Alkitab menunjukkan bahwa Alkitab telah cukup untuk menjadi pedoman bagi kehidupan orang Kristen, baik yang berhubungan dengan doktrin (tambahan penulis: doktrin = pengajaran), etika, maupun sosial”.[27] Rick Cornish, “Jadi, Alkitab tidak dapat ditambahi atau dikembangkan oleh para pengajar, pengalaman mistik, pencerahan kerohanian yang semu, psikologi pop, atau bahkan pengakuan telah menerima pengelihatan langsung dari Roh Kudus. Allah tidak memberikan wahyu baru melalui tulisan-tulisan lain atau tradisi gereja, termasuk melalui pemberian pengelihatan-pengelihatan. Tidak sutu pun dari semuanya itu yang setara dengan Firman Tuhan”.[28]
           
4. Mereka Sendiri Menentukan Nilai Benar atau Salah, Bukan Menurut Tuhan Yesus
            Ayat 8 “...menghina kekuasaan Allah serta menghujat semua yang mulia di sorga” NIV: “...reject authority and slander celestial being”. Di NIV tidak ada kata “kekuasaan Allah” yang ada “authority”, sedangkan bahasa Yunaninya memakai kata “kuriotēta” artinya kekuasaan. Siapa pemilik kekuasaan tersebut? Kita dapat melihat di ayat 14-15, maka kita menemukan bahwa objek sasaran dari perbuatan orang fasik adalah Tuhan, sedangkan orang fasik di ayat 14-15 adalah orang-orang yang disebutkan di ayat-ayat sebelumnya yaitu di ayat 4,8,10-13, karena di awal ayat 14 ada kalimat “juga tentang mereka”, maka mereka ini yang dimaksud ayat 14-15 adalah mereka yang ada di ayat 4, 8, 10-13, yaitu guru-guru palsu, berarti guru-guru palsu ini di ayat 8 menolak kekuasaan Tuhan. Namun siapa Tuhan tersebut? Maka kita menemukan bahwa kata “Tuhan” di surat Yudas selalu disandangkan kepada Yesus Kristus, yaitu di ayat 4: “dan Tuhan kita, Yesus Kristus”, ayat 17: “Tuhan kita, Yesus Kristus”, dan ayat 21: “Tuhan kita, Yesus Kristus”. Jadi, ayat 8 menjelaskan bahwa guru-guru palsu ini tidak mau atau menolak kekuasaan Tuhan Yesus atas mereka atau tidak mau mengakui atau tidak mau hidup di bawah perintah Tuhan Yesus Kristus – kata “kuriotēta” juga memiliki arti pemerintahan: 2 Pet 2:10 “...yang menghina pemerintahan Allah”. Jadi, mereka lebih ingin memerintah diri mereka sendiri dari pada hidup di bawah aturanya Tuhan Yesus.
            Kita hidup di zaman postmodernisme, di mana tidak ada lagi kemutlakan atau ketunggalan kebenaran yang menjadi tolak ukur, semuanya relatif atau semua ajaran sama benarnya, tidak ada yang lebih unggul dari yang lain,[29] akhirnya manusilah (personal) sebagai penentu nilai benar dan salah terhadap dirinya sendiri. Ketika Allah mati (kebenaran yang tunggal), substansi dan nilai dari hal lain juga mati,[30] Dostoevski mengungkapkannya sebagai berikut,  jika Allah mati maka segala sesuatu dibenarkan.[31] Jadi, saat manusia tidak mempunyai kebenaran mutlak – Yesus berkata di Yohanes 14:6: “Akulah...kebenaran” NIV: “I am...the truth” Yunani: “Egō eimi...ē alētheia”, artinya Aku adalah satu-satunya kebenaran – sebagai tolak ukur semua nilai, maka setiap manusia masing-masing akan bebas menentukan nilai, akibatnya nilai pun menjadi tidak ada. Hal ini sangat pas seperti apa yang dituliskan oleh Yudas pada ayat 10 “...dengan nalurinya seperti binatang yang tidak berakal itulah yang mengakibatkan kebinasaan mereka”.  
            Setiap nilai etika yang menentukan bukan Tuhan, tetapi masing-masing pribadi bebas menentukannya, maka akan seperti ini: Jika yang satu mengatakan korupsi itu perbuatan yang terkutuk, tetapi yang lain juga bebas memberikan nilai, yaitu korupsi adalah perbuatan yang bijaksana. Memerkosa bagi yang diperkosa mengatakan pemerkosaan adalah perbuatan binatang, tidak manusiawi, tetapi karena nilai tidak ada yang tunggal, setiap orang boleh menentukan nilai, maka akibatnya yang memerkosa dapat mengatakan pemerkosaan itu adalah bagain dari kebutuhan yang harus dipenuhi, namun karena tidak ada sarana, maka pemerkosaan adalah jalan satu-satunya. Zacharias tepat sekali memberikan pernyataan saat manusia meninggalkan kebenaran yang tunggal (Allah) maka manusia akan kehilangan Allah, moral dan kebahagiaan.[32] Semuanya menjadi keos (kacau/tidak teratur). Ada aturan yang dibuat oleh sekelompok manusia, namun manusia tersebut melawan aturan tersebut, karena setiap manusia bebas menentukan aturan, dan juga karena tidak ada aturan yang tunggal untuk penentu mana aturan yang benar dan mana yang tidak benar.
            Jelas dituliskan di ayat 4 bahwa Yesus adalah satu-satunya Penguasa, melepaskan diri dari Yesus, maka menentukan sendiri setiap nilai, akibatnya kerelatifan yang ada. Kerelatifan adalah jalan tol menuju kekacauan, karena setiap orang bebas menentukan nilai. Tetapi jika tetap mau hidup di bawah kekuasaan satu-satunya Penguasa yaitu Yesus, maka keteraturan  akan terjadi, karena setiap nilai yang ada harus diukur oleh nilai yang dimiliki atau ditentukan si satu-satunya Penguasa, Yesus Kristus.
            Mungkin kita saat ini mengatakan bahwa saya bukanlah orang seperti demikian, namun pertanyaannya apakah benar kita sudah selalu hidup di bawah aturan Tuhan, atau aturan diri sendiri?
            Inilah ciri-ciri guru-guru palsu, yang mengajarkan hal-hal yang tidak sesuai Alkitab, karena mereka mengajarkan apa yang mereka pandang benar, dan bukan apa yang Alkitab katakan benar atau salah.

5. Mengetahui Kebenaran, Namun Menolaknya (Prilaku Tidak Sesuai Dengan Apa Yang Mereka Tahu)
            Mereka juga bukan hanya menolak untuk hidup di bawah kekuasaan Tuhan Yesus Kristus, tetapi mereka juga menghujat semua yang mulia.[33] Jika dibandingkan dengan 2 Petrus 2:10 maka ada kesamaan, yaitu bahwa mereka guru-guru palsu menghujat kemuliaan “mereka begitu berani dan angkuh, sehingga tidak segan-segan menghujat kemuliaan”.
            Mereka ini mengetahui kemulian, namun mereka menghujatnya. Karena tidak mungkin ada orang dapat menghujat yang mulia kalau dia tidak tahu apa yang mulia. Jika, semua buruk dari A-Z, maka tidak akan mungkin ada orang mengetahui yang mulia atau baik. Namun permasalahannya mereka ini mengetahui kemuliaan tetapi menghujatnya. Ini seperti penolakan orang atheis mengenai Allah, bukan karena Allah itu memang tidak ada, tetapi adanya keberadaan Allah membuat mereka tidak bebas untuk melakukan dosa atau tindakkan amoral, karena itu keberadaan Allah harus ditiadakan, supaya mereka tidak perlu mempertanggungjawabkan setiap tindakan mereka kepada yang disebut Allah.[34] Begitu juga dengan guru-guru palsu, mereka mengetahui kemulian tetapi mereka menghujatnya, supaya mereka membebaskan diri untuk melakukan nafsu mereka.
            Mereka juga seperti orang-orang Farisi dan ahli Taurat pada zaman Yesus yang mengetahui kebenaran namun tidak mau menyentuh kebenaran. Pada zaman sekarang juga banyak orang yang mengaku Kristen dan mungkin juga sebagai orang-orang yang menjabat di gereja dan di sekolah-sekolah tinggi teologia yang sangat ahli mengenai Firman Tuhan, dan menguasai tafsiran-tafsiran dari Kejadian sampai Wahyu, namun tidak mau menyentuh kebenaran tersebut secara aplikasi, tetapi hanya sebatas kepuasaan intelektual. Seperti yang diterangkan oleh Yakobus 2:19, yaitu mengenai orang-orang yang beriman namun sebatas intelektual tetapi tidak ada bukti dari perbuatan, hal ini seperti iman yang dimiliki setan.[35]

6. MEREKA MENGAJARKAN AMORAL

            Akibat menolak hidup di bawah kekuasaan Tuhan Yesus membuat perilaku mereka tidak lagi ditentukan aturannya Tuhan Yesus, tetapi menurut mereka sendiri, hal ini menyebabkan mereka jauh dari Firman Tuhan (jauh dari yang mulia), dan menghujat semua yang mulia, sehingga mereka seperti binatang yang tidak berakal.[36] Hanya binatang yang tidak mempunyai penilaian benar dan salah, mulia dan hina. Manusia dapat menilai selama manusia memiliki nilai yang termulia sehingga dengan nilai termulia tersebut manusia dapat menilai mana yang mulia dan mana yang hina, dan memiliki kebenaran yang tertinggi sehingga dapat menilai mana yang benar, kurang benar dan tidak benar. Karena itu jika mereka menolak nilai tertinggi maka mereka kehilangan nilai, sehingga tidak mampu menilai, akhirnya yang jahat atau yang hina mereka menganggap itu yang benar:
-          Mencemarkan tubuh.[37]
-          Iri Hati (Kain).[38]
-          Membelokkan Kebenaran Demi Keuntungan Pribadi atau untuk mendapatkan uang (Bileam).[39]
-          Pemberontak (Korah).[40]
-          Mementingkan Diri Sendiri.[41]

            Dari penjelasan di atas, maka mereka adalah orang-orang yang tidak mau ditentukan prilaku mereka berdasarkan aturan Tuhan, tetapi mereka mau menjadi penentu benar dan salah berdasarkan nilai mereka sendiri. Oleh karena itu mereka  mengajarkan amoral, seperti ajaran Mormon mengajarkan poligami, dan dimana di sorga nanti para istrinya akan tetap sebagai istri, bahkan mereka kelak menjadi permaisuri (bidat-bidat masakini , 141-142). Dan juga seperti Children of God, yang mewajibkan para anggotanya melakukan hubungan sex dengan sesama anggota, baik dengan sesama jenis kelamin atau beda jenis kelamin atau dengan istri atau bukan dengan istri walau pun bukan dengan istri , bahkan mewajibkan anggota mengajari anak2 mereka tentang sex dan membiasakan anak2 mereka telanjang bulat. (Bidat-bidat masakini, 191).

Penutup

            Oleh karena itu mari kita kembali ke Sola Scriptura (hanya Alkitab) untuk menjadi dasar nilai dari seluruh hidup kita dan berusaha menjadi Sola Scriptura yang dihidupi, supaya kita memiliki sensor yang peka untuk membedakan mana guru yang palsu dan mana guru yang asli sehingga kita tidak terjerat oleh pengaruh guru-guru palsu yang telah tersebar di gereja-gereja, di Sekolah Tinggi Teologia- Sekolah Tinggi Teologia dan di fakultas-fakultas teologia. Dan supaya setiap orang di sekitar kita juga dapat mengetahui nilai-nilai kebenaran, memuliakan Allah dan tertarik untuk mau kenal Yesus Kristus Tuhan melalui kehidupan kita. SOLA SCRIPTURA




                [1]Martin Luther mendapatkan bulla kutuk dari Paus, bulla kutuk dari Paus ini membebaskan setiap orang untuk membunuh Martin Luther di mana pun mereka bertemu dengannya.
                [2] Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta:BPK, 1986), 167
                [3]Bandingkan dengan 2 Petrus 2:1
                [4]Stevri I. Lumintang, Teologia Abu-abu,(Malang: Gandum Mas, 2004), 213-14 
                [5]Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman,(Surabaya: Momentum, 2004),360
                [6]Frank S. Mead, Handbook of Denomination in the US, edisi ke 6, 257. Dikutip oleh  
            [7]Edwin H. Palmer, Lima Pokok Calvinisme, (Surabaya: Momentum, 2005), 127
                [8]R. C. Sproul, Dasar Iman Yang Teguh, (Malang: SAAT, 2007), 335. 
                [9]Ulangan 29:29
                [10] Dictionary Of NIV Terms: Cristian: a believer in or follower of Christ
                [11]Paulus Daun, Bidat Kristen Dari Masa ke Masa, (Manado: Yayasan “Daun Family”, 2002), 176
                [12]Iones Rakmat, “Kristologi ‘Anak Manusia’ di dalam Injil Yohanes dan Monoteisme Yahudi,” Dalam Kemakmuran Allah, kumpulan Karangan Dalam Rangka Deis Natalis STT Jakarta ke-60 1994, hal 65
                [13]Guru Besar di Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana, Jogjakarta
                [14]Rektor di Universitas Kristen Satia Wacana, Salatiga
                [15]Stevri menyebut mereka teolog Pluralisme. Stevri I. Lumintang, 78-79
                [16]Stevri I. Lumintang, 145
                [17]Darrel L. Bock dan Daniel B. Wallace, Mendongkel Yesus Dari Tahta-Nya. Terj: Helda Siahaan, (Jakarta: Gramedia, 2009), 46, 49-52
                [18]Bart D, Ehrman, “Did Jesus Really Say That?, New Book Says Ancient Scribes Changed His Words”. By Jeri Krentz (Charlotte Observer, December 17, 2005, sec 1), 207. Dikutip oleh Darrel L. Bock dan Daniel B. Wallace, Mendongkel Yesus Dari Tahta-Nya. Terj: Helda Siahaan, (Jakarta: Gramedia, 2009), 70-71
                [19] Bart D, Ehrman “Did Jesus Really Say That? ,177. Dikutip oleh Darrel L. Bock dan Daniel B. Wallace, Mendongkel Yesus Dari Tahta-Nya, 71
                [20]Bruce Metzger and Bart Ehrman. The Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption, and Restoratiuon. 4th ed, (Oxford: Oxford Univ. Press, 2005), 126. Dikutip oleh J. Ed Komoszewski, M. James Sawyer, Daniel B. Wallace, Reinventing Jesus. Terj. Anwar Tjen dan Pericles G. Katopo, Ed. Lily Endang Joeliani, (Jakarta: Perkantas, 2011), 97
                [21]Lee Strobel, Pembuktian Atas Kebenaran Kristus. Terj. Jennifer E. Silas S. T. (Batam: Gospel Press, 2002), 82
                [22]Erwin W. Lutzer, Sepuluh Kebohongan Tentang Allah. Terj. Hari Dsuminto, (Batam: Gospel Press, 20023), 13-28
                [23]Roma 11:36
                [24]Kolose 1:16
                [25]Lin Tjipto, Indonesia Ada di Tangan-Mu, 4
            [26]Paulus Daun, 135-136
                [27]Ichwei G. Indra, Tak Dapat Salah dan Tak Dapat Keliru, (Semarang: Pelayanan Mandiri “Mikhael”, 2003), 62-63  
                [28]Rick Cornish, Lima Menit Teologi. Terj. Handy Hermanto (Bandung: Pioner, 2007), 62-63. Bandingkan juga dengan Wahyu 22:18-19: “Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: ‘Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kita nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yng tertulis di dalam kitab ini.’”
            [29]James W. Sire, Semesta Pemikiran: Sebuah Katalog Wawasan Dunia Dasar. Terj. Irwan Tjulianto, (Surabaya: Momentum, 2005),  230-232
                [30]Ibid, 229
                [31]Ravi Zacharias, Dapatkan Manusia Hidup Tanpa Allah. Terj. Wim Salampessy, Ed. Lyndon Saputra, (Batam: Interaksara, 1999), 72
                [32]Ibid, 73
                [33] kalimat “semua yang mulia di sorga” di Alkitab bahasa Yunaninya hanya ada kata “doksas”. “Doksas” adalah dari kata “doksa” artinya mulia, sedangkan kata “doksas” adalah kata jamak dari kata “doksa”, berarti artinya doksas adalah “semua yang mulia”
            [34]Ravi Zacharias, 61-62
                [35]Yakub Tri Handoko, Tafsiran Alkitab Untuk Awam Surat Yakobus, (Surabaya: STAR PUBLISHER, 2008), 139-141   
                [36]Ayat 10
                [37]Ayat 8
                [38]Ayat 11
                [39]Ayat 11 dan 2 Pet 2:3. Salah satu contoh yang terbaru (Saya langsung mengkopi berita dari http://www.jawaban.com/index.php/news/detail/id/90/news/140224172932/limit/0/Pemimpin-Gereja-Terbesar-Korea-Selatan-Dipenjara):
 MONDAY, 24 FEBRUARY 2014
                Masih ingat dengan skandal pemimpin gereja City Harvest Singapura, Kong Hee beberapa tahun lalu? Kali ini tidak jauh berbeda. Pasalnya, pemimpin gereja Yoido yang merupakan salah satu gereja terbesar dan terkaya di Korea Selatan, David Yonggi Cho (78), terbukti bersalah atas tuduhan penggelapan uang gereja sebesar 9 juta euro atau 13, 1 juta won atau setara dengan 1,4 trilliun rupiah. Keputusan ini disahkan oleh Pengadilan Tinggi Seoul setelah melalui penyelidikan dan persidangan yang panjang.
                Kasus ini menyeruak sejak tahun 2013 dimana puteranya yang adalah mantan CEO Yeongsan Christian Cultural Center, Cho Hee-hun (49), terbukti menggunakan uang tersebut untuk membeli 250 ribu saham.
Atas perbuatannya, David Yonggi Cho dikenakan sanksi hukuman percobaan penjara selama 5 tahun sedangkan puteranya, Cho Hee-hun dijatuhi hukuman 3 tahun penjara.
                Peristiwa ini mengingatkan kembali bahwa setiap manusia, tidak peduli apapun profesinya bahkan pemuka agama sekalipun tidak lepas dari godaan kedagingan dan hawa nafsu.  Terlebih lagi bila hal itu menyangkut masalah uang (1 Tim 6:10). Oleh karena itu, tetaplah berpegang kepada Firman Tuhan karena hanya itulah alat yang memampukan kita tetap berdiri kepada kebenaran Tuhan Yesus.

                [40] Ayat 11
                [41] Ayat 12

Komentar

  1. Terima Kasih atas materi ini sangat membantu saya untuk bahan UAS kuliah saya
    #SOLASCRIPTURA
    #GBU....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencintai Tuhan Karena Mengenal Tuhan, Ulangan 6:5

Catatan Kotbah: Murid Kristus Yang Sejati. Yohanes 6:60-71

Hidup bergaul dengan Tuhan