Pengkultusan diri


Bahaya Pengkultusan Diri Sendiri
Lukas 18:9-14

Pendahuluan
Pengkultusan arti sederhananya adalah mentuhankan sesuatu atau orang. Biasanya ini dilakukan oleh kerajaan-kerajaan kuno, seperti kerajaan Mesir Kuno, Babel, Persia, Yunani dan Romawi, dimana suara raja dianggap sebagai suara dewa/tuhan, dan raja dipandang oleh rakyatnya sebagai dewa/tuhan atau titisan atau jelmaan dewa/tuhan.

Ada dua cara pengkultusan, yaitu yang pertama, adalah dari luar diri adalah biasanya dikarenakan budaya pada lingkungan setempat yang membuat seseorang dikultuskan, seperti pada zama kerajaan kuno, budaya setempat membuat raja sama dengan dewa. Kalau di budaya orang batak karo, paman, saudara laki-laki ibu dikatakan dalam istilah karo “Dibata di idah” artinya tuhan yang kelihatan. Jadi kalau setiap rapat keluarga untuk menetukan sesuatu, keputusan paman tidak boleh dibantah, keputusan paman adalah yang paling benar, karena dia adalah tuhan yang kelihatan. Atau ada juga karena jasa-jasa seseorang yang begitu banyak dan sangat berpengaruh dan berkarisma, maka orang-orang yang disekitarnya menghormatinya dan mendengar semua yang dikatakannya, selayaknya tuhan yang sedang berbicara.

Yang kedua adalah dari dalam diri. Kebiasaan kebayakan orang adalah cepat tanggap jikalau ada pengkultusan yang terjadi terhadap seseorang yang dilakukan oleh sekelompok orang (pengkultusan dari luar diri), tetapi sering terjadi kebanyakan orang tidak begitu cepat untuk melihat diri, kalau dirinya telah mengkultuskan dirinya sendiri.jadi, bagaimana kita bisa mengetahui kalau kita telah terjebak dalam pengkultusan diri. Pada teks Matius 18:9-14 kita akan mempelajari pengkultusan diri.

Ciri-ciri orang yang telah mengkultusan diri sendiri:

1. Menganggap dirinya adalah orang benar, dan tidak mengakui dirinya juga masih punya salah.
Ayat 9) “dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang”

Dalam Alkitab bahasa Inggris kebanyakan menterjemahkan kata “menganggap dirinya benar”adalah percaya pada dirinya sendiri bahwa mereka benar.  Jadi, bukan baru sebatas anggapan, tetapi memang mengakui bahwa dia adalah orang benar.

Kata “benar” dalam bahasa Yunaninya “dikaios” dimana kata “dikaios” diartikan “benar” karena telah melakukan semua  perintah-perintah Tuhan (bandingkan dengan Lukas 1:6; Mat 25:37, 46; Rm 2:13)

Pertanyaannya adalah apa ada orang yang dapat melakukan semua perintah-perintah Tuhan, sehingga dapat dikatakan benar “dikaios”?

1. Manusia itu telah jatuh dalam dosa, sehingga keinginannya hanyalah dosa Kej 6:5, Rm 7:18-20, bahkan dikatakan bahwa manusia sudah ada di bawah kuasa dosa atau hamba dosa Rm 6:17,20. Dosa dan tidak berdosa bukan hanya masalah pilihan, jikalau itu hanya masalah pilihan seperti kita memilih hari ini mau makan soto atau rawon, maka seharusnya manusia bis memilih untuk hidup tidak berdosa sama sekali, namun buktinya tidak ada orang untuk hidup tidak berdosa sama sekali. Ini membuktikan dosa bukan hanya masalah pilihan, tetapi dosa adalah kuasa.

2.Sedangkan Tuhan menuntut kita sempurna seperti Bapa (Allah) Mat 5:17-48, “…tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. Maka Aku berkata kepadamu: jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (ayt 19-20), dan ditutup dengan perintah “Karena itu haruslah kamu sempurna , sama seperti bapamu yang di sorga adalah sempurna” Bandingkan dengan Luk 18:18-27, Tuhan Yesus menuntut kesempurnan

3. Karena itulah aturan Hukum Taurat adalah walaupun semua perintah dilakukan tetapi hanya satu saja dilanggar maka semuanya menjadi batal. (Yak 2;10)

4. Jadi, siapa yang bisa melakukan semua perintah Tuhan sehinnga dapat dikatakan “dikaios”. Hanya yang sempurna, yaitu Allah yang dapat memenuhi hukum yang sempurna, , dan itu telah dibuktikan oleh Tuhan Yesus (Rm 5:19 “… demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”, kata “benar” memakai kata “dikaios”, berarti Tuhan Yesus telah melakukan semua perintah-perintah Tuhan “ketaatan satu orang” sehingga dapat menjadikan orang-orang yang diwakili-Nya  menjadi orang-orang yang telah dianggap telah melakukan perintah-perintah Tuhan “dikaios”)

Jadi, jika ada orang berpikir dan bahkan percaya pada dirinya sendiri (sikap dengan yakin dia sudah memenuhi semua tuntutan hukum Taurat bukan hanya menganggap) bahwa dia adalah orang benar atau dikaios, maka mereka sama saja menilai diri mereka adalah Tuhan,karena hanya Tuhan yang dapat melakukan semua perintah-perintah Tuhan, ini berarti telah mengkultuskan diri sendiri.


2.Mengaggap dirinya layak diberkati  Tuhan, karena perbuatan-perbuatannya.
 Ayat 11 kata “berdoa dalam hati” dalam bahasa aslinya “berdoa demikian dengan atau kepada atau terhadap dirinya sendiri (pros eauton)”. Intinya adalah doanya itu ditujukan kepada dirinya sendiri, bukan kepada Tuhan. Tidak ada permohonan dan permintaan kepada Tuhan, yang ada hanya doa pertunjukkan diri sendiri kepada Tuhan. Ini terkesan bahwa dia ingin menunjukkan kepada Tuhan, ia mampu menjadi sama seperti Tuhan, sempurna, tidak perlu karya Allah untuk membenarkannya. (jika dibandinigkan dengan ayat 14, bahwa Allahlah yang membenarkan seseorang, ini dapat dilihat dari kata “dibenarkan” memakai kata yang sama = Kata kerjanya: “dikaioĊ” kata bendanya:“dikaios”, berarti Allah yang membenarkannya walau pun ia belum dapat melakukan semua perintah-perintah Tuhan).  Jadi, karena ia adalah orang benar, maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk memelihara dan memberkati orang  benar “dikaios” (Ul 28: Berkat dan Kutuk).  Dirinya telah menjadi penentu untuk Allah berkarya atas dirinya, bukan diri Allah yang menjadi penentu supaya Allah berkarya pada dirinya. Hal in membuat Allah bergantung pada kebenaran orang tersebut, bukan dirinya yang bergantung pada diri Allah. Hal ini menjadi terbalik.

Sikap apa yang keluar dari seorang yang telah mengkultuskan diri

1. Tidak bisa ditegor atau dinasehati, tetapi suka menasehati atau menegor orang lain. Karena merasa atau yakin dirinya sudah sempurna, bahkan di hadapan Allah saja ia mengaku dirinya sudah benar, apa lagi dihadapan manusia, dia akan merasa dirinya adalah orang benar, maka ia tidak akan mau ditegor atau dinasehati. Hanya orang yang mengakui diri salah maka ia mau dinasehati atau ditegor salahnya dan hanya orang yang merasa sudah paling benarlah yang selalu menasehati tetapi tidak mau terima nasehat orang lain.
Contoh Yoh 9:13, 30-34, Matius 21:45, Yesus menegor orang Farisi, namun bukannya mengakui salahnya dan bertobat, melainkan berusaha untuk menangkap Tuhan Yesus

2. Memandang rendah orang lain, memandang rendah atau menghina yang lainnya
Ini menunjuk kepada sikapnya saat ia berdoa: … dan bukan juga seperti pemungunt cukai ini (11). Karena merasa sudah benar, maka mudah menilai orang rendah.

3. Melakukan sesuatu hanya untuk mendapat penghormatan dan pujian
Ayat 11=> berdiri dan berdoa dalam hati = berdoa demikian dengan dirinya sendiri. Jikalau dibandingkan dengan Matius 6:5, dimana pada mat 5:20 dikatakan “…jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi…”, ini berarti pada mat 6:5 itu menunjuk kepada kebiasan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, yaitu berdoa bukan di dalam hati, tetapi berdiri dan berdoa supaya dilihat orang dan dengan doa yang panjang-panjang supaya orang kagum (Mat 6:7; Luk 20:46-47). Bandingkan dengan mat 23:5 “Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang…”
Ini berarti dia berdoa bukan didalam hati, tetapi dengan suara yang dapat didengar orang lain. Dan melakukan semua itu supaya mendapatkan penghormatan, Luk 20:46



Bagaimana seseorang bisa terjebak pada pengkultusan diri?
Karena dia membandingkan dirinya dengan orang lain, yang lebih buruk dari padanya (11), tidak pernah membandingkan dirinya dengan  Allah. Tentunya kita semua sama dihadapan Allah yaitu orang-orang berdosa, karena tidak ada orang yang bisa memenuhi setandarnya Allah, hanya Allah yang bisa memenuhi setandar-Nya sendiri.
Ada pepatah cina“diatas langit masih ada langit” dan saya tmbahkan, di atas semuanya ada Allah
Jadi, kalo kita sudah merasa paling hebat, masih ada Allah yang jauh lebih hebat.

Siapakah orang yang dapat terjebak dalam pengkultusan diri?
1. Semua orang. Karena kita semua keturunan Adam dan Hawa, orang tua kita yang pertama ini tidak mau dipersalahkan dan tidak mau menerima dirinya salah, tetapi membela diri dengan menyalahkan orang lain. Bahkan saat dibujuk oleh iblis untuk menjadi sama seperti Allh, mereka dengan antusias memilih untuk menjadi sama seperti Allah
Sigmund Freud dalam penelitiannya, dia menemukan prilaku kebanyakan orang, yaitu membela diri  atau sering disebut “mekanisme pertahanan atau Defence Mechanisms”, dimana dalam penelitiannya ia menemukan beberapa orang yang saat dipersalahkan maka ia menuduh orang lain yang mengakibatkannya bersalah, dan yang lainnya menyalahkan keadaan, dan yang lainnya dengan alasan “lupa”, supaya tidak dipersalahkan dan masih banyak lagi… intinya tidak mau dipersalahkan dan mengaku salah, karena menganggap diri benar.

Dan juga kebayakan orang adalah narsisme, yang mencintai diri sendiri, karena kebanyakan orang lebih suka dipuji dari pada memuji, lebih suka dihargai dari pada menghargai, lebih suka menjadi pusat perhatian dari pada memperhatikan orang lain. Intinya secara tidak disadari ingin jadi allah.

2. Hamba Tuhan: karena orang Farisi tugasnya menyampaikan firman Tuhan (mat 23:2-3), sama seperti hamba Tuhan pada zaman sekarang, yaitu para pendeta dan para evangelis (guru injil). Mereka semua medapatkan penghormatan dan bahkan nasehat-nasehat mereka didengar, dan ini bisa menjadi jerat bagi hamba Tuhan untuk mengkultuskan diri sendir. Sehingga saat ditegur, tidak bisa menerima teguran, saat tidak dihormati, maka tersinggung, saat tidak dijamu sepantasnya, maka merasa tidak dihargai, saat dirinya tidak dianggap keberadaannya dsewaktu menghadiri suatu pertemuan, menjadi kecewa dan lain sebagainya.

 3.Mereka yang ada di tingkatan sosial atas. Orang Farisi menduduki status sosial di atas. Mereka adalah orang-orang yang didengar, bahkan mereka dapat menggerakkan masa untuk menjatuhkan bebrapa raja, salah satunya seperti Raja Alexander Yannaeus  dan raja Arestobulus II, dan menyalibkan Yesus. Konteksnya sekarang yang ada di sosial tingkat atas adalah orang kaya, para pemimpin atau bos, orang yang memiliki banyak titel, dalam lingkungan keluarga adalah orang tua, dan dalam hubungan suami istri umumnya adalah suami. Orang-orang yang ada di tingkat sosial atas sering tejebak pengkultusan diri. Karena mereka merasa sudah di atas, sehingga yang dibawahnya harus menghormatinya dan harus menurutinya dan tidak mau dipersalahkan, tetapi mudah mempersalahkan orang-orang yang dibawahnya, tidak mau dinilai oleh orang bawahanya, tetapi cepat menilai orang-orang yang di bawahnya, begitu mudah menasehati orang-orang yang dibawahnya, tetapi saat bawahanya menasehatinya maka tidak mau terima, karena menganggap dia hanya bawahannya. (orang kaya terhadap orang yang kurang kaya dibanding dirinya, para pemimpin terhadap bawahanya, orang banyak titel terhadap orang yang tidak punya titel, orang tua terhadap anak-anaknya, suami terhadap istrinya ).

Hati-hati bahaya pengkultusan diri, jangan sampai kita secara tidak kita sadari kita telah terjebak pada pengkultusan diri.

Bagaimana supaya kita tidak terjebak pada pengkultusan diri:
1. bandingkan diri kita dengan Allah, maka kita semua sama, yaitu kita tidaklah sempurna, masih banyak kesalahan yang harus diperbaiki, sehingga kita mau menerima teguran dan nasehat.
2. lihat semua orang dengan kaca mata Allah, maka kita melihat bahwa kita semua sama, sama-sama orang berdosa, karena itu kita tidak boleh memandang rendah orang lain
3. lihatlah Allah, maka kita akan mengakui dan menyadari bahwa pujian dan penghormatan hanya Allah yang layak menerimanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencintai Tuhan Karena Mengenal Tuhan, Ulangan 6:5

Catatan Kotbah: Murid Kristus Yang Sejati. Yohanes 6:60-71

Hidup bergaul dengan Tuhan