Renungan dari Bilangan 30
Peran
Kepala Keluarga Dalam Mengambil Keputusan
Bilangan
30
Pendahuluan
Pada
imamat 27 telah dibahas mengenai membayar nazar, jika nazar itu berupa korban
persembahan maka ada aturannya sendiri, namun jika yang dinazarkan itu adalah
dirinya sendiri atau orang (mungkin anaknya), maka bisa dibayar dengan uang
yang telah diatur, namun jika seseorang yang bernazar untuk mengkhususkan
dirinya bagi Tuhan tetap ingin melakukan nazar tersebut bukan dengan cara
membayar, maka orang tersebut disebut seorang nazir, dan dia harus melakukan
segala aturan yang diaturakan untuk seorang nazir Bilangan 6.
Prinsipnya
mengenai nazar adalah nazar harus ditepati, karena itu dalam bernazar harus
hati-hati, dan jika tidak dipenuhi maka itu adalah dosa (Ulangan 23:21-23),
sedangkan nazar itu sendiri adalah berjanji atau bersumpah kepada Tuhan (30
ayat 2) dan merupakan keputusan yang penting karena sifatnya mengikat.
Nah,
Pada Bilangan 30 ini fokusnya kepada
nazar seorang perempuan yang hidup di bawah kepala keluarga.
Ada
seorang penafsir mengatakan bahwa perintah Tuhan ini mengenai perempuan bernazar disampaikan Musa kepada para kepala suku,
supaya kepala suku menyampaikan kepada setiap orang Israel, dikarenakan para
lelaki berumur 20 tahun keatas yang telah dihitung di Bilangan 26 akan pergi berperang
dan para perempuan akan ditinggalkan. Dimana pada pasal 31 12 ribu laki-laki
pergi berperang. Kemungkinan para istri telah bernazar, untuk kepulangan para
suami dan anak laki-laki mereka dari berperang dengan orang Midian, karena itu
hal ini diadukan kepada Musa, dan Musa mendapatkan Firman dari Tuhan, dan Musa
menyampaikannya.
Namun
perintah ini bukan hanya untuk peristiwa pada saat itu, karena perang di
bilangan 31 bukan awal dan akhir, mereka akan menghadapi peperangan-peperangan
selanjutnya dibawah pimpinan Yosua. (Hal ini bisa dibandingkan pada Bilangan 32
mengenai janji bani Ruben dan Bani Gad,
dimana mereka akan meninggalkan anak-anak dan istri-istri mereka dan ternak
mereka di daerah Yaezer dan Giliad, dan mereka ikut berperang dengan
orang-orang Israel lainnya untuk merebut tanah perjanjian “Kanaan”). Ada
kemungkinan para perempuan akan bernazar “Jika TUHAN
membawa pulang laki-laki saya (anak dan suami) dengan selamat, saya berjanji
kepada Tuhan bahwa saya akan melakukan ini atau itu" atau seorang
anak perempaun bernazar “kalau Tuhan menyelamatkan ayah saya dari perang dan
membawanya kembali dengan selamat, maka saya akan melakukan ini atau itu”.
Oleh
karena itu perintah di Bilangan 30 ini juga untuk mengantisipasi para perempuan
yang akan bernazar karena akan ditinggalkan oleh para suami dan anak laki-laki
mereka yang akan pergi berperang.
Dari
perintah tersebut saya mendapatkan prinsip, yaitu
1.
Bahwa Tuhan memberikan hirarki/atau urutan kepemimpinan kepada suami atau ayah
pada posisi pertama dalam keluarga.
Anak
perempuan yang masih hidup satu rumah dengan ayahnya, maka nazarnya ditentukan
oleh keputusan ayahnya, ayah diam, berarti setuju, jika ayah melarang, maka
nazar itu tidak berlaku. (ayat3-5)
Demikian
juga para istri, jika suami berdiam saat istri bernazar, maka nazar itu
berlaku, namun jika melarang, maka nazar itu tidak berlaku. (ayat 6-8, 10-15)
Jika
perempuan itu tidak bersuami lagi, maka urutan hirarki keluarga ada pada
dirinya sendiri, oleh karena itu saat dia bernazar, maka keputusannya langsung
jadi, tidak ada yang dapat membatalkannya (ayat 9)
Jadi,
keputusan yang final adalah ditangan suami, atau ayah yang adalah kepala
keluarga..
2.
anggota keluarga (Bilangan 30 diwakili Istri dan anak perempuan) dalam
mengambil keputusan harus menyertakan kepala keluarga, suami atau ayah.
Hal
ini dapat dilihat dari ayat 4 dan ayat 7, dimana saat anak perempuan bernazar
maka ayahnya harus mendengar, karena dalam septuaginta, pada ayat ke tiga kata
bernazar dan kata mendengar pada ayat 4 memakai kata kerja yang sama “aorist”,
jadi bisa dikatakan bahwa tindakan bernazar oleh anak perempuan tersebut
bersamaan dengan tindakan ayah yang mendengarkannya. Demikian juga pada ayat 6
dan 7, kata mengikat pada ayat 6 dan mendengar pada ayat 7, merupakan peristiwa bersamaan. Sedangkan pada
ayat 10 dan 11, kalimat awalnya adalah “dan suami mendengarnya”. Jadi bisa diurut kalimatnya seperti ini: “dan
suaminya mendengarnya jika seorang perempuan dirumah suaminya bernazar….” Ini berarti setiap keputusan
anggota keluarga, harus didengar oleh kepala keluarga. Dan tanggung jawab
kepala keluarga adalah memutuskannya. Dan sebagai anggota keluarga termasuk
istri harus mau mengkomunikasikan kepada suami dan siap menerima pertimbangan
dari suami demikian juga keputusannya
3.
kepala keluarga harus memikirkan yang baik bagi keluarga
Selain
karena kepala keluarga bertanggung jawab untuk memutuskannya, kepala keluarga
juga mempunyai tanggung jawab untuk memikirkan dan memutuskan kebaikan bagi keluarganya.
Pada
ayat 6 ada kata “atau salah satu janji yang diucapkan begitu saja” NIV “setelah bibirnya mengucapkan janji gegabah” RSV: “ucapan bibirnya yang tanpa pertimbangan”, ASV: “ucapan terburu-buru dari bibirnya,”
Pada
ayat ini menunjukkan sering sekali perempuan itu atau istri mengambil keputusan
tanpa pertimbangan yang matang, atau lebih kepada perasaan, dan terkesan
terburu-buru. Demi kebaikan keluarga, maka suami harus mempertimbangkannya,
apakah ini baik untuk keluarga atau tidak, jangan sampai keputusan yang
terburu-buru ini akan memberi dampak yang tidak baik bagi keluarga.
Dan
juga memperimbangkan apakah keputusan itu adalah keputusan yang sudah matang
dalam pertimbangan atau hanya sekedar perasaan dan terburu-buru.
4.
konsekuensi setiap keputusan, kepala keluarga yang menanggungnya
Ayat
14 dan 15.
Jika,
suami tidak tegas (bandingkan dengan ayat 12 “tetapi jika suaminya itu
membatalkannya dengan tegas pada waktu mendengarnya…”) dan malah membiarkannya,
akhirnya berakibat yang tidak baik bagi keluarga, maka suami akan
menangguungnya (ayat 15: “maka ia akan menanggung akibat kesalahan istrinya”)
Jadi,
jikalau istri atau anggota keluarga telah mengkomunikasikannya kepada kepala
keluarga, dan telah memberi ruang untuk pertimbangan, namun kepala keluarga
tidak tegas mengambil keputusan bahkan membiarkan, maka konsekuensinya kepala
keluarga yang menanggungnya.
Penutup
Oleh
karena itu, kepala keluarga harus mempertimbangkan sebaik-baik mungkin setiap
keputusan anggota keluarga, dan anggota keluarga, terutama Istri harus mau
mengkomunikasikan dan mempertimbangkan bersama dengan suami dan memberi ruang
kepada suami untuk mempertimbangkannya, dan tentunya selalu minta tolong kepada
Tuhan dalam mengambil keputusan. Maka yakinlah, Tuhan akan menolong, sehingga
setuap keputusan itu adalah yang terbaik bagi kita.
Memang
kita percaya bahwa setiap keputusan ada ditangan Tuhan “…setiap keputusannya
berasal dari pada TUHAN” (Ams 16:33b), “hati raja seperti batang air di dalam tangan
TUHAN, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini” (Ams 21:1) dan Tuhan telah berjanji
bahwa semua ada dalam kendali Tuhan dan untuk kebaikan kita, yang tujuannya membuat
kita menjadi sama seperti Yesus (Rm 8:28-30). Jadi, kita harus percaya setiap
keputusan kita adalah dalam keputusan Tuhan, dan itu pasti yang baik buat kita
Namun
bagian kita dalam memutuskan keputusan untuk kebaikan kel;uarga, maka kita
harus mentaati apa yang tertulis di
Alkitab, dan pada bagian ini, kita mentaati apa yang telah kita pelajari dari
Bilangan 30.
Rabu,
20 Febuari 2019
Ranja.
G. G
Komentar
Posting Komentar