Konsep Menentukan Tindakan
Sebuah Tindakan Tidaklah Bebas
Saya pernah menonton film Joker yang diperankan Joaquin
Phoenix. Joker yang sebelumnya bernama Arthur. Arthur adalah seorang pemuda
yang sangat menyayangi ibunya dan merupakan orang yang ramah terhadap
teman-temannya, dan pekerjaannya adalah komedian badut. Namun karena banyaknya
kejahatan-kejahatan yang diterimanya dari teman-temannya, dari lingkungannya dan
bahkan sejak masa kecil ia menerima kejahatan yang dialami dari ibunya sendiri, maka Arthur memiliki
konsep yang baru tentang kejahatan, kejahatan itu tergantung perspektif seseorang
dan Arthur memiliki konsep bahwa kejahatan itu adalah joke/lelucuan/bercandaan,
karena itulah ia melakukan kejahatan demi kejahatan dan setelah melakukan
kejahatan dia tertawa puas, karena kejahatan adalah joke. Karena itulah ia menamakan
dirinya “Joker” yang artinya pelawak.
Konsep seseorang adalah penentu dia menilai/memandang
sesuatu (Perspekstif), dan cara dia menilai sesuatu menentukan tidakannya. Seseorang
jikalau memiliki konsep bohong itu boleh jika demi kebaikan, maka dia menilai
bahwa bohong demi kebaikan itu tidak apa-apa, dan akhirnya dia akan berbohong
selama demi kebaikan. Tetapi jika seorang memiliki konsep bahwa bohong itu
dosa, apa pun bentuknya dan tujuannya, maka dia akan menilai bahwa bohong itu
dosa, dan dia akan berusaha untuk tidak berbohong, dan jika akhirnya dia
berbohong, dia akan memiliki perasaan yang sangat menyesal karena telah
berbohong.
Jadi, sebuah tindakan bukanlah bebas sebebasnya, sebuah
tindakan diikat oleh persepektif dan perspektif seseorang tergantung konsep
yang dimilikinya. Sedangkan konsep terbentuk dari orang tua, keluarga,
lingkungan, dan pendidikan (formal dan nonformal).
Namun Alkitab lebih jauh lagi membongkar kebenarannya, bahwa
tindakan manusia bukannya hanya dikarenakan konsep seseorang, tetapi karena
kuasa yang menungganginya. Karena itulah Rasul Paulus mengatakan tentang
dirinya sendiri, dia memiliki konsep
yang benar, namun karena adanya kuasa dosa yang menungganginya, maka yang ia
lakukan bukannya yang benar, tetapi yang jahat (Rm. 7:15-23).
Oleh karena itulah kita sering menemukan orang yang memahami
kebenaran bahkan begitu ahli menjabarkan dan mengajarkan kebenaran, namun dalam
kehidupannya sehari-hari kita mendapatkan bagaimana kelakukannya 180 derajat
berbeda dengan apa yang diajarkannya. Ini dikarenakan konsepnya yang benar
bukan menjadi penuntunnya melakukan kebenaran, tetapi dosa yang menungganginya untuk
melakukan yang bertentangan dengan konsepnya.
Alkitab mengajarkan bahwa untuk mengubah seseorang bukanlah
konsep yang diubahkan, tetapi orangnya yang harus diubahkan, karena itulah
Alkitab memakai kata “Dilahirkan kembali” (Yoh. 3:3-7), “Dibangkitkan”(Ef. 2:6),
“Diciptakan menjadi cipataan baru”(2 Kor 5:17), dan “Manusia Baru” (Ef. 2:22-24).
Semua istilah tersebut adalah kata kerja pasif, ini berarti semua bukan usaha
kita sebagai manusia untuk mengubah diri kita sendiri, semuanya adalah usaha
Tuhan yang mengubah kita.
Memang benar konsep kita yang benar tidak pasti membuat kita
melakukan kebenaran, dan memang benar Alkitab mengajarkan bahwa seseorang dapat
berubah karena Tuhan telah melahirbarukan/menciptakannya menjadi manusia baru,
namun konsep tetap memiliki peran bagi orang-orang yang telah dilahirkan
kembali oleh Tuhan untuk melakukan sesuatu.
Manusia yang baru/ciptaan baru/telah dilahirkan kembali
memiliki konsep yang baru, yaitu konsep yang mengetahui apa yang dikehendaki
Tuhan dan apa yang tidak dikehendaki Tuhan (Rm 12:2), bukan lagi apa yang
dikatakan lingkungan, pendidikan dan segala sesuatu di sekeliling kita, tetapi
apa yang dikehendaki Tuhan.
Konsep tersebut dapat kita lakukan karena kita adalah
manusia baru/ciptaan baru. Tetapi kita juga masih hidup di dunia, dimana
konsep-konsep begitu banyak bertebaran di dunia ini yang bisa mencampuradukan
konsep kita yang baru atau membuat kita kebingungan, bahkan dapat juga
memaksakan kita melakukan yang bukan konsep kita sendiri, tetapi konsep orang
lain.
Jadi bisa dikatakan bagi kita orang-orang yang telah lahir
baru/ciptaan baru/manusia baru adalah “Right Man In The Wrong Place”. Karena itulah
Alkitab sering sekali isinya nasehat untuk membuat kita mengingat kembali siapa
kita sebenarnya (Garam, Terang, Manusia Baru, Anak Allah, Umat Allah, Telah
mati bagi dosa dan bangkit bagi Allah), supaya kita kembali ke konsep kita yang
telah diperbaharui dan melakukannya dan menolak setiap konsep yang ada di dunia
ini yang bertentangan dengan konsep kita yang baru.
Alkitab juga mengajarkan bahwa Roh Kudus akan terus
mengkaryakan di dalam diri kita untuk akhirnya konsep yang kita miliki
menghasilkan buah, yaitu yang disebut “Buah Roh”, mengapa dikatakan buah Roh?,
karena itu hasil karya Roh Kudus. Namun Roh Kudus mengajak ikut serta kita,
karena itulah Alkitab mengajarkan agar kita mau dipimpin oleh Roh Kudus untuk
dapat menghasilkan perbuatan yang sesuai dengan kehendak Allah (Kol. 5:16-26) –
konsep kita yang baru.
Kesimpulannya
Perbuatan baik disebabkan karya Allah melalui kelahiran
kembali, konsep yang dibaharui, karya Roh Kudus dan keikutsertaan kita
bekerjasama dengan Roh Kudus, yang memimpin
kita untuk mau bekerjasama dengan Roh Kudus.
Karena itu mari kita terus mengisi konsep kita dengan
pembelajaran akan Firman Tuhan, dan terus berdoa sebagai keberserahan dan
ketergantungan kita kepada Tuhan dan terus meminta Roh Kudus memimpin kita, dan
terus asah telinga hati kita untuk peka dan tunduk atas kepemimpinan Roh Kudus
bagi kita.
18 September 2020
Ev. Ranja G.G
Komentar
Posting Komentar