Yesus Mati Adalah Fakta Dalam Sejarah


Yesus Mati
Mitos Atau Fakta?
Tiori Pingsan


Pendahuluan

            Orang  Kristen menaruh kepecayaan mereka di atas bukti sejarah yaitu mengenai keselamatan mereka adalah berdasarkan kematian Yesus di kayu salib. Namun, jikalau timbul pernyataan yang mengatakan bahwa peristiwa tersebut bukanlah peristiwa di dalam sejarah, tetapi itu hanyalah rekayasa para murid. Iman para murid Yesus menyebabkan mereka menuliskan bahwa Yesus mati di kayu salib. Iman mereka mengenai  kematian Yesus merupakan penggenapan dari kitab mereka (Perjanjian Lama), yaitu untuk penebusan dosa mereka sehingga mereka selamat. Karena itulah mereka para murid Yesus menuliskan bahwa Yesus telah mati di atas kayu salib. Tetapi yang sebenarnya dalam sejarah adalah Yesus hanyalah pingsan dan tidak mati. Bagaimana sikap orang Kristen menghadapi pernyataan tersebut? Orang Kristen harus dapat menjawab berdasarkan bukti sejarah, jika tidak dapat membuktikan berdasarkan bukti sejarah, maka iman Kristen akan runtuh, karena Yesus tidak pernah mati bagi mereka di dalam sejarah. Akibatnya, pengharapan orang Kristen mengenai keselamatan dalam Yesus adalah omong kosong (1 Kor. 15:12-19). Karena itulah saya mencoba dalam tulisan saya ini untuk mengargumentasikan bahwa Yesus tidaklah pingsan tetapi Dia benar-benar mati di atas kayu salib. Namun sebelumnya saya akan memaparkan pendapat dari mereka yang setuju mengenai Yesus tidak mati tetapi hanyalah pingsan, setelah itu saya akan memberi argumen saya mengenai Yesus benar-benar mati di dalam sejarah.
Tori Pingsan
Ada pendapat mengatakan bahwa mur dan gahara dan rempah-rempah yang diberikan ke pada tubuh Yesus adalah tujuan pengobatan, supaya Yesus dapat sembuh sewaktu di dalam kubur, sehingga Ia bisa keluar dari kubur. Akhirnya Dia dikatakan bangkit dari kubur. Ini semua adalah hasil kerjasama antara Pilatus dan orang-orang lain, namun di luar sepengetahuan para murid, sehingga sewaktu Yesus di salib, Yesus tidak benar-benar mati tetapi telah diberi obat sehingga terlihat mati, karena itu sewaktu dikubur oleh Yusuf dari Arimatea Ia diberikan mur, gahara dan rempah-rempah supaya luka-lukanya sembuh dan akhirnya mampu keluar dari kubur. Para murid yang tidak mengetahui peristiwa tersebut melihat kubur Yesus yang kosong maka mereka berpikir bahwa Yesus telah bangkit.[1]
Beberapa yang memegang teori pingsan adalah di antaranya  
l  Karl Bahrdt
l  Karl Venturini
l  Paulus (seorang pakar dari Jerman)
l  Teori Persengkongkolan: Hugh Schonfield
l  Teori Pura-pura mati

Karl Bahrdt dan Karl Venturini pada abad ke sembilan belas: Yesus hanya pingsan karena kepayahan di atas salib, atau Ia telah diberi suatu obat yang membuatnya kelihatan mati, dan bahwa selanjutnya Ia dihidupkan kembali oleh udara kubur yang sejuk dan lembab.[2]
Paulus (seorang pakar dari Jerman): “bahwa sesungguhnya tidak mati di kayu salib, tetapi pingsan dan kemudian dipulihkan kesadaran-Nya di dalam kubur…penyaliban adalah sebuah kematian yang prosesnya lambat dan menyakitkan yang sering memakan waktu berhari-hari. Ada tulisan-tulisan yang menunjukkan kasus-kasus orang-orang yang disalib, diturunkan dari salib, dan masih tetap hidup…tusukan tombak pada lambung Yesus hanyalah luka ringan…karena suhu dingin dan bau rempah-rempah yang harum di dalam kubur, Yesus yang kelihatannya saja mati, menjadi pulih kesadarannya…”[3]
Teori Persengkongkolan (Hugh Schonfield): Yesus gagal untuk menjalankan rencanan-Nya, maka Ia merencanakan yang lain yaitu berpura-pura menjadi korban penebus dosa dengan merencanakan penghasutan terhadap Yudas untuk menjual-Nya dan melibatkan Yusuf Arimatea untuk memberikan suatu cairan di suatu bunga karang ketika tergantung di atas salib sehingga menyebabkan Yesus tidur seperti mati, cairan ini diberikan dengan suatu tanda dari Yesus, yaitu teriakan “Aku haus” (Mark 15:36) dan bahwa Pilatus kelihatan terkejut akan betapa cepatnya Yesus mati (Mark 15:44). Jadinya, pemunculan Yesus kembali bukanlah suatu kebangkitan mujizat tetapi sekedar suatu kesadaran kembali yang kebetulan, dan kubur-Nya kosong karena Ia masih terus hidup.[4]
Teori Pura-pura Mati: Yesus tidak sungguh dihukum mati, tetapi hanya pura-pura mati, dengan bantuan gubernur Roma dan segelintir orang lain, dan lari ke Mesir.[5]
Jadi, menurut teori pingsan adalah Yesus tidak mati, alasannya:
l  Diberi obat, supaya terlihat mati, tetapi tidak mati (karena prosesnya terlalu cepat)
l  Bersengkongkol dengan Pilatus dan orang-orang lainya
l  Rempah-rempah memulihkan Yesus dikubur
l  Sadar dari pingsan Yesus dibawa atau kabur keluar negeri.

Argumentasi
Untuk mengargumentasi teori ini, maka terlebih dahulu dibutuhkan informasi, yaitu mengenai proses penyiksaan sampai kematian Yesus dan penguburan. Apakah benar proses tersebut cepat, seperti yang dikatakan teori pingsan?

Proses Dari Penangkapan Sampai Penguburan
            Saya akan melihatnya dari Injil-injil di Alkitab, karena informasi mengenai proses ini adalah berasal dari Alkitab, dan mereka yang memegang teori pingsan juga mendapatkan informasi mengenai proses yang cepat dari Alkitab (Injil-injil). Namun, saya akan memulainya dari pristiwa penguburan dan mundur sampai perjamuan malam. Langkah tersebut saya ambil karena peristiwa penguburan dijelaskan di Alkitab, yaitu sebelum Sabat, atau pada hari persiapan Sabat, berarti hari Jumar sore. Jadi, dari Jumat sore saya akan tarik mundur ke peristiwa perjamuan malam, sehingga dapat ditemukan berapa hari atau berapa lama peristiwa Yesus ditangkap sampai Dia dikuburkan..
Yesus dikubur sebelum hari sabat/ pada hari persiapan sabat (Mark. 15:42-46, Luk. 23:53-54, Yoh. 19:31). Alasannya, tidak boleh ada mayat-mayat tinggal tergantung pada hari Sabat, Yoh 19:31 dan menurut Hukum Taurat: tidak boleh membiarkan mayat orang hukuman yang digantung dibiarkan sampai besok, tetapi harus dikuburkan hari itu juga (Ul. 21:22-23) . Hari sabat: hari Sabtu. Berarti Hari Persiapan Sabat Adalah hari Jumat. (Waktu penguburan: Mark. 15:42. NIV: so as evening approached. Yunani: Opsias: Sore: Jumat sore)
Sebelum Yesus dikuburkan (hari jumat sore), Yesus telah mati pada jam 3 sore hari Jumat (Mat. 27:46-50, Mark.15:34-37, Luk 23:44-45. Dan Yesus di Salib jam 9 pagi hari Jumat (Mark 15:25)
Sebelum Yesus disalib (jam 9 pagi hari Jumat), Yesus dibawa ke Pilatus untuk diadili pagi-pagi benar (Mark 15:1, Mat.27:1: “Ketika hari mulai siang” NIV: Early in the morning” Yunani: “Prōias de genomenēs”: “ada  pun ketika tiba pagi hari”). Yohanes menuliskannya jam 12 terjadi proses pengadilan untuk memutuskan Yesus disalib (Yoh 19:13-16). Ket: Jam 12 dalam Alkitab B. Yunani: ektē: Ke enam, jam ke enam. Jam ke enam menurut orang Romawi adalah jam 6 pagi. Yohanes menuliskannya ini untuk orang-orang pada tahun 90 an M, jadi ia memakai pengertian jam Romawi.
Sebelum Yesus dibawa ke Pilatus (kira-kira jam 6 pagi hari Jumat), Yesus Dibawa ke Makamah Agama dinihari hari Jumat (Luk 22:66: “Dan setelah hari siang berkumpullah sidang para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu mereka menghadapkan Dia ke Makamah Agama”). Kata “setelah hari siang”: NIV: At daybreak: ketika dinihari. Menurut Mark A. Marinella: mungkin jam 1 pagi.[6] Peristiwa tersebut diperkuat dengan peristiwa Petrus menyangkal sebelum ayam berkokok (Mat. 26:74-75, Mark. 14:71-72; Luk. 22:60-62). Berarti, Yesus dibawa ke Makamah Agama adalah dini hari (sebelum ayam berkokok/ sebelum matahari terbit). Jadi, kira-kira jam 1 pagi hari Jumat.
Sebelum Yesus dibawa ke Makamah Agama (kira-kira jam 1 pagi hari Jumat), Yesus ditangkap tengah malam hari Kamis dan dibawa ke Makamah Agama atau rumah Kefas. Pernyataan ini diambil karena peristiwa penangkapan adalah peristiwa sesudah Yesus dan para murid-Nya makan perjamuan malam, sedangkan perjamuan malam diadakan pada malam hari (Mark 14:17-25, Mat 26:20-29). Setelah makan perjamuan malam mereka ke bukit Zaitun menuju taman Getsemani (Mark 14:26, 32, Mat 26: 30, 36). Pernyataan tersebut diperkuat dengan laporan Matius, yaitu sewaktu mereka menuju bukit Zaitun Yesus berkata kepada para murid: “Malam ini kamu…” (Mat 26:31). Jadi, jelas bahwa Yesus setelah makan Perjamuan terakhir (hari Kamis malam), Yesus dan murid-murid pada malam itu juga pergi ke taman Getsemani, dan pada tengah malam (kira-kira jam 11-12 malam hari kamis) Yesus ditangkap dan dibawa ke tempat Kefas.
Jadi, dapat disimpulkan yaitu peristiwa dari penangkapan Yesus sampai dikubur adalah dari malam hari kamis sampai Jumat sore atau menjelang malam hari Jumat.
Jadi, proses dari penangkapan dan sampai penguburan adalah peristiwa yang cepat. Yesus disalibkan sampai diturunkan untuk dikuburkan hanya memakai waktu kurang lebih 8 jam (jam 9 pagi disalib, jam 3 sore mati, ± jam 5 sore diturunkan dari salib dan dikuburkan [ada pendapat bahwa hari baru dalam perhitungan orang Yahudi adalah dimulai jam 6 sore, sedangkan Yesus dikubur sebelum hari Sabat, jadi, kemungkinan sebelum jam 6 sore hari Jumat Yesus dikubur]). Tetapi pertanyaannya adalah apakah penyebabnya sehingga proses tersebut cepat sekali dan apakah proses tersebut tidak dapat membuat Yesus mati, seperti yang dikatakan teori pingsan yaitu proses cepat tersebut tidak mungkin membuat Yesus mati?

Penyebab Proses Yang Begitu Cepat.
Seluruh Injil menuliskan bahwa para imam kepala dan ahli Turatlah yang merancangkan kematian Yesus (Yoh 11:49-50, 53, Mat. 26:3-5; Mark. 14:1-2; Luk. 22:2). Namun timbul pertanyaan, mengapa mereka merancangan pembunuhan Yesus? Hal ini dapat dilihat dari respon mereka sewaktu mereka melihat Yesus membangkitkan Lazarus. Para imam-imam kepala ketakutan atau mengkawatirkan jika nanti banyak orang yang mengikuti Yesus, dan mengangkat-Nya sebagai raja,  maka orang Romawi akan melihat bahwa itu adalah pemberontakan dan akan menyebabkan orang Romawi merampas bait Suci dan bangsa Israel (Yoh 11:47-48)[7].  Kayafas , Imam Besar saat itu menasehati bahwa lebih berguna satu orang mati untuk satu bangsa dari pada seluruh bangsa binasa (Yoh 11:49-50). Nasehat dari Kayafas membuat mereka saat itu merancangkan pembunuhan atas Yesus (Yoh 11:49-50, 53, Mat. 26:3-5; Mark. 14:1-2; Luk. 22:2 ).
Kekawatiran para imam ini beralasan, karena sebelum Yesus ada gerakan-gerakan perlawanan dari orang-orang Yahudi terhadap Roma, diantaranya pada tahun 19 SM Kaisar Tiberius pernah melakukan penyaliban massal orang-orang Yahudi selama perang Yahudi, tahun 4 SM Romawi menyalibkan para pemberontak sebanyak kira-kira 2.000 orang Yahudi yang dipimpin oleh Teudas. Dan dalam zaman Yesus pun ada pemberontakan seperti Yudas orang Galilea tahun 6-7 M, kemungkinan Yudas orang Galilea tersebut adalah orang-orang Zelot yang menghendaki pemerintahan teokrasi diterapkan kembali di Israel.
Kekawatiran para imam ini juga memang memiliki bukti mengenai pengaruh Yesus atau popularitas-Nya di orang-orang Israel pada saat sebelum Paskah saat itu. Di antaranya, mereka memaksa Yesus untuk menjadi raja mereka (Yoh 6:15).[8] Orang Israel saat itu mengharapkan adanya Mesias yang akan membebaskan mereka dari penjajah.[9] Karena itu saat mereka melihat Yesus, maka mereka menganggap Yesus inilah Mesias tersebut, dan mereka berusaha memaksa Yesus menjadi raja mereka. Mereka juga sudah menyambut-Nya seperti seorang raja yang baru dilantik dan memasuki kota untuk naik tahta. [10]. “ Keesokan harinya ketika orang banyak yang datang merayakan pesta mendengar, bahwa Yesus sedang di tengah jalan menuju Yerusalem, mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru-seru: ‘Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!’ Yesus menemukan seekor keledai muda lalu Ia naik ke atasnya…”(Yoh 12:12-14).
Craig A. Evans berpendapat:
“…Yesus membangkitkan perlawanan ialah cara-Nya memasuki Yerusalem di permulaan minggu terakhir pelayanan-Nya. Ia memasuki kota suci itu dengan menunggang keledai, di tengah teriakan “Hosana! Diberkatilah kedatangan kerajaan nenek moyang kami Daud (Mark 11:1-10; di sini Ay 9-10 terjemahan yang disesuaikan). Ia memasuki kota itu dengan cara sengaja meniru Salomo, putra Daud, yang seribu tahun sebelumnya menunggang bagal kerajaan sebagai bagian dari deklarasinya menjadi raja (1 Raj. 1:32-40). Tindakan memasuki Yerusalem seperti itu juga adalah jawaban atas nubuatan kuno tentang raja yang rendah hati dan dinantikan (Za. 9:9). Tindakan Yesus tidak saja mengingatkan tentang pengharapan kedatangan anak Daud; respon orang banyak pun mencerminkan penafsiran populer yang sama. Teriakan Hosana mereka mengacu pada Mazmur 118, merupakan pernyataan bahwa Ia yang datang ke Bait Allah ‘dalam nama Tuhan’ tidak lain adalah Daud, yang telah ditetapkan untuk menjadi raja dan pemimpin Israel (lih. Mzm. 118:19-27, menurut paraphrase dalam salinan bahasa Aram). Peristiwa ini tidak salah lagi menimbulkan anggapan bahwa raja Israel itu adalah Yesus, bukan Kaesar. Maka, sejak Ia memasuki Yerusalem, Ia telah ditempatkan pada jalur yang bertabrakan dengan penguasa Romawi. ” [11]

Kekawatiran para imam ini mungkin akan menjadi kenyataan jikalau Yesus tidak segera dibunuh. Orang-orang Israel yang sudah menyebut-Nya raja mereka dan sudah menyambut-Nya seperti seorang raja yang baru dilantik menjadi raja, kemungkinan besar mereka akan menganggap-Nya sebagai raja mereka, maka orang Romawi akan segera melihat peristiwa ini dan akan menilai bahwa peristiwa tersebut adalah gerakan pemberontakan dari orang-orang Israel (Sejarah mencatat, bahwa akhirnya tahun 70 M, bait Suci dan Tembok Yerusalem dihancurkan oleh Jendral Titus (orang Romawi), itu dikarenakan pemberontakan orang-orang Yahudi). Para imam juga akan disibukkan pada hari Paskah (penyembelihan domba paskah) dan setelah hari Paskah (tujuh hari Roti Tidak Beragi) dan akan terus disibukkan selama tujuh hari (Bil 28:16-25) dan mungkin sampai hari Pentakosta,[12] jadi, seandainya mereka mengulur waktu, maka mereka tidak punya waktu lagi untuk mengadili Yesus setelah Paskah, hal ini akan menyebabkan Yesus akan semakin terkenal, karena lima hari sebelum Paskah Yesus sudah sangat dielu-elukan layaknya raja yang baru dilantik (Yoh 12:1, 12-14), apa lagi jika mereka mengulur-ulur waktu yang panjang. Akibatnya orang-orang Israel atau Yahudi akan benar-benar mengangkat-Nya sebagai raja mereka, dan Romawi akan menghancurkan pemberontakkan tersebut sekaligus Bait Suci dan Yerusalem (seperti peperangan Yahudi tahun 66-70 M).
Yohanes menuliskan bahwa Yesus disalib sewaktu hari Paskah: “Maka mereka membawa Yesus dari Kayafas ke gedung pengadilan. Ketika itu hari masih pagi. Mereka sendiri tidak masuk ke gedung pengadilan itu, supaya jangan menajiskan diri, sebab mereka hendak makan Paskah” (Yoh 18:28). “Tetapi pada kamu ada kebiasaan, bahwa pada Paskah aku membebaskan seorang bagimu. Maukah kau, supaya aku bebaskan raja orang Yahudi bagimu?(Yoh 18:39)...Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang-orang menyesah Dia (Yoh 19:1)…Akhirnya Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan. Mereka menerima Yesus (Yoh 19:16)”[13]
Jadi, para imam kepala dan imam besar merencanakan Yesus harus mati sebelum makan Paskah (hari Paskah) atau sebelum acara penyembelihan domba Paskah[14] (Mat 26:3-5; Mark 14:1-2), karena Yesus sudah ada pada puncak popularitas-Nya sebelum hari Paskah, dan  sesudah korban Paskah para imam-imam kepala dan imam besar akan tidak mempunyai waktu untuk mengadili Yesus, maka mereka memutuskan Yesus harus mati sebelum hari korban Paskah. Inilah penyebab kenapa proses penangkapan Yesus sampai kematian dan penguburan-Nya begitu cepat.
Namun, para imam tidak punya kuasa untuk menjatuhkan hukuman mati. Yang berkuasa adalah pemerintahan Roma,[15] karena itulah mereka membawanya ke Pilatus. Setelah Pilatus mengetahui siapa Yesus di mata orang Yahudi (Mark 15:2; Mat 27:11; Luk 23:3; Yoh 18:33), maka ia memandang Yesus seperti pemberontak-pemberontak yang lainnya.
Kekawatiran ini akhirnya bukan hanya milik para imam kepala dan imam besar tetapi juga Pilatus sebagai gubenur, karena jika benar-benar Yesus diangkat oleh orang Yahudi menjadi raja Israel, maka akan terjadi pemberontakan besar akibatnya Pilatus harus bertanggung jawab kepada Kaisar. Craig A. Evans berpendapat:
“Yesus dari Nazaret tidak mati karena Ia bertengkar dengan orang Farisi atas masalah penafsiran yang sah. Ia tidak mati karena mengajar tentang kasih, kemurahan, dan pengampunan. Yesus tidak mati karena berhubungan dengan “orang-orang berdosa”. Ia tidak mati karena Ia orang baik. Namun, Yesus mati karena mengancam kemapanan politis dengan prospek perubahan yang tidak diingini. Orang-orang sezaman-Nya melihat kemungkinan terjadinya kerusuhan besar atau bahkan mungkin pemberontakan besar. Para pemimpin Yahudi (yang terutama adalah imam besar dan imam-imam kepala) bertanggung jawab kepada gubenur Romawi untuk menjaga hukum dan ketertiban, dan gubernur pada gilirannya bertanggung jawab kepada Romawi. Yesus dipandang sebagai pembuat kekacauan oleh kedua kelompok penguasa ini, sebab itu Ia harus disingkirkan.”[16]

            Pilatus juga memikirkan keamanaan dari wilayah di mana dia menjadi gubernur. Jika ia memutuskan hukuman mati pada Yesus, maka kemungkinan akan ada kerusuhan dari banyak orang Yahudi, karena dia mengetahui kepopuleran Yesus di mata orang Yahudi, karena itu ia bertanya pada Yesus: “Engkaukah raja orang Yahudi?” (Mark 15:2; Mat 27:11; Luk 23:3; Yoh 18:33), tetapi jika dia tidak memutuskan hukuman mati, maka ia akan berbenturan dengan keinginan para imam. Pilatus dengan keahlian politiknya ia melakukan pengambilan suara dengan menanyai banyak orang mengenai nasip Yesus, tujuannya supaya mereka melihat bahwa hukuman mati bukanlah keinginan Pilatus tetapi adalah keinginan para imam dan kebanyakan orang, sehingga hal ini tidak akan menyebabkan pemberontakan pengikut Yesus terhadap Roma, karena para imam dan kebanyakan orang yang menghendakinya supaya Yesus dihukum mati dengan cara disalibkan. Hal ini dapat dilihat dari pembicaraan antara Pilatus dengan orang-orang Yahudi mengenai keputusan tersebut. “Kata Pilatus kepada mereka: ‘Jika begitu, apakah yang harus kuperbuat dengan Yesus, yang disebut Kristus?’Mereka semua berseru: ‘Ia harus disalibkan!’ Katanya: ‘Tetapi kejahatan apakah yang telah dilakukan-Nya?’ Namun mereka makin keras berteriak: ‘Ia harus disalibkan!’ Ketika Pilatus melihat bahwa segala usahanya akan sia-sia, malah sudah timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata: ‘Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!’. Dan seluruh rakyat menjawab: ‘Biarlah darah-Nya ditanggung atas kami dan atas anak-anak kami.’”(Mat 27:24-25; bandingkan Mark 15:1-15; Luk 23:1-5, 13-25; Yoh 18:33-19:16).[17]
Namun supaya tindakannya disahkan, yaitu memutuskan Yesus untuk diserahkan kepada mereka untuk disalibkan maka Pilatus berdasarkan informasi yang Pilatus dapatkan mengenai Yesus maka Pilatus memasang tulisan di atas kayu salib Yesus “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi” dalam tiga bahasa, yaitu Latin, Yunani dan Ibrani (Yoh. 19:19-22). Tujuannya supaya ada penjelasan kenapa Yesus disalib, yaitu karena Ia mengaku bahwa Ia adalah raja orang Yahudi (Mark 15:26). Hal ini merupakan kejahatan pemberontakan, karena hanya Kaesar sebagai raja.  Darrell L. Bock dan Daniel B. Wallace menuliskan dalam buku mereka yang berjudul “Dethroning Jesus”:
“Dakwaan yang tertulis di salib disebut titilus dalam bahasa Latin. Pemerintah Romawi kadang-kadang menuliskan dakwaan terhadap orang yang dihukum mati disalib agar orang-orang yang melihat mengetahui alasan penyaliban. Dalam kasus Yesus, tuduhan terhadap-Nya adalah bahwa Ia mengklaim diri sebagai ‘raja orang Yahudi’ (Mark. 15:26). Fakta ini penting, karena menunjukkan bahwa karya dan pribadi Yesus diasosiasikan dengan status raja, sehingga Ia – bukan hanya ajaran-Nya – yang jadi perkara di sini. Klaim pribadi-Nya – bukan hanya ajaran-Nya – menyebabkan Roma menjatuhkan hukuman mati. Tanpa otoritas dari Kaisar, klaim Yesus sebagai raja dianggap sebagai pembangkang melawan pemerintahan. Itulah yang dikatakan dalam titulus.[18]

Jadi, untuk mencari aman maka Pilatus tidak mungkin bersengkongkol dengan Yesus, tetapi lebih untung jika dia berpihak kepada para imam untuk mengamankan posisinya sebagai gubernur. Menurut Marvin Pate: “…Peristiwa terakhir yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja olehnya telah terjadi ketika orang-orang Yahudi memintanya untuk menyalibkan Yesus. Seandainya Pilatus menolak permintaan mereka, Kaesar Tiberius pasti akan mencopot jabatanya sebagai gubernur, terutama sekali jika Pilatus menoleransi keberadan seorang raja pesaing kaisar (Lihat Yohanes 19:12-15).”[19]
            Pertanyaannya selanjutnya, apakah proses yang cepat tersebut tidak dapat mematikan Yesus?

Proses Cepat Tersebut Dapat Mematikan Yesus.
Injil mencatat bahwa penyiksaan yang Yesus alami dimulai saat dihadapkan di pengadilan Makamah Agama (di rumah Kayafas). Proses pengadilan sepanjang malam, diludahi, ditinju dan dipukul: B. Yunani: dipukul dengan pentungan. Atau cambuk kulit (Mark A. Marinella, Yesus yang Disalib, 39). Menurut Mark A. Marinella, M.D, F.A.C.P. peristiwa di pengadilan Makamah Agama: “Tidak diragukan, para penjaga sangat kuat dan mampu memberikan pukulan yang sangat keras dengan tinju mereka. Kemungkinan besar hal ini menimbulkan trauma wajah, seperti luka koyak, lecet, mata lebam, atau bahkan gigi goyang, gegar otak ringan bisa saja terjadi. Bahkan muka Yesus mungkin bengkak dan nyeri”[20] Setelah dibawa ke rumah Kayafas, paginya Yesus dibawa ke Pilatus, dan akhirnya diputuskan untuk dihukum mati dengan disalibkan, namun sebelumnya Yesus disesah (Mat 27:26, Mark 15:15, Yoh 19:1). Sesahan yang Yesus terima adalah dicambuk (Pencambukan adalah prosedur standar sebelum penyaliban  pada masa Romawi)[21]. Cambuk dibuat dengan cemeti terdiri dari beberapa helai kulit, yang kepadanya diikatkan benda-benda tajam dan kasar seperti paku atau potongan logam, pecahan beling, atau karang atau tulang binatang yang bergerigi[22] Pencambukan akan menyebabkan kulit dan daging terkoyak. Tulisan Yosefus melaporkan bahwa ada orang yang dicambuk semasa Romawi sampai dagingnya terkelupas dan tulangnya kelihatan (Josephus, J.W. 6.304). Menurut Alexander Metherell, M. D, PH.D sewaktu diwawancarai Lee Strobel:
“Pencambukan Roma dikenal sangat brutal…punggung yang dipukul itu akan menjadi begitu tercabik-cabik sehingga sebagian dari tulang belakang kadangkala terlihat akibat irisan yang dalam, sangat dalam. Pencemetian itu akan ditimpakan ke segala arah dari bahu turun ke punggung, pantat, dan ke bagian belakang kaki. Itu sangat mengerikan…Seorang dokter yang telah mempelajari pemukulan Roma mengatakan, ‘selagi pencambukan berlanjut, luka koyakan akan tercabik sampai ke otot-otot kerangka di bawahnya dan mengahasilkan goresan-goresan berdarah yang gemetar’. Seorang sejarawan abad ke 3 bernama Eusebius mendeskripsikan pencambukan dengan mengatakan, ‘pembuluh-pembuluh si penderita terbuka telanjang dan otot2, urat2, dan isi perut si korban dapat terlihat’ setidaknya si korban akan mengalami kesakitan hebat dan keguncangan hipovolemik…Hipo artinya rendah, vol : volume, dan emik berarti darah, jadi keguncangan hipovolemik berarti orang yang menderita efek-efek kehilangan jumlah darah yang besar.”[23]

Pencambukan mungkin lebih dari 39 kali, karena Yesus tidak dicambuk oleh orang Yahudi (orang Yahudi membatasi pencambukan 40 kurang 1), tetapi oleh orang Roma. Hukum Romawi tidak punya batasan, jadi, mungkin Yesus menerima cambukan lebih dari yang diizinkan hukum Yahudi.[24] Memahkotai-Nya dengan mahkota duri (Mark. 15:17, Mat. 27:29, Yoh 19:2). Mahkota duri dibuat dari tanaman duri yang berasal dari Palestina yang disebut Paliurus aculeatus. Duri dari Paliurus aculeatus tersebut sepanjang 2 – 5 cm. Mahkota duri tersebut dibuat seperti topi yang menutupi seluruh kulit kepala dan dahi Yesus.[25] Setelah dipasangkan mahkota, kepala Yesus yang telah dipasangkan mahkota duri dipukul dengan buluh (Mark 15:19, Mat. 27:30). Buluh yang dimaksud di sini adalah tongkat (bnd Mark 15:36).
Perlakuan para prajurit yang mengenakan mahkota duri dan mengenakan-Nya pakaian ungu dan memberi hormat kepada-Nya dan berkata: “Salam, hai Raja orang Yahudi!” Mereka memukul kepala-Nya dengan buluh, dan meludahi-Nya dan berlutut menyembah-Nya. (Mark 15:17-19) merupakan kebiasaan orang Romawi dalam melakukan proses penyesahan. Philo menuliskan suatu peristiwa yang hampir mirip dengan keadaaan yang Yesus alami.
“Menyeret orang malang itu ke dalam gymnasium dan menempatkan di sebuah tempat tinggi untuk dilihat semua orang dan menaruh ke atas kepalanya secarik papirus yang dibentangkan lebar sebagai sebuah mahkota, membungkus bandanya dengan sebuah pemadani sebagai jubah kebesaran, sementara seseorang yang melihat sebatang papirus dilempar di jalan memberikan kepadanya untuk menjadi lambang kerajaan dan dipermainkan seperti raja, orang-orang muda yang membawa tongkat atas bahu mereka bagaikan para pemberontak berdiri di sisi-sisinya solah mereka adalah pengawal. Lalu orang lain mendatangi dia berpura-pura menghormati, yang lain menuntut keadilan, lainnya lagi mencari nasehat tentang masalah Negara. Kemudian dari kumpulan orang banyak terdengar teriakan kuat menyeru kepadanya “Mari”  [Bahasa Aram], yang merupakan sebutan “tuan” di antara orang Syria.” (In Flaccum 36-39)

Peristiwa tersebut juga pernah terjadi pada tahun 69 M, yaitu raja Vitellius yang digulingkan dari kekuasaan di tangan serdadu Romawi. Para prajurit Romawi menghinanya dengan cara membuat mantan raja ini mengunjungi berbagai tempat di mana ia pernah menerima penghormatan (bnd. Dio Caaius 64.20-21). Penghormatan dibalik menjadi penistaan.[26]
Setelah penyesahan, Yesus berjalan ke Golgota dengan mengangkat kayu salib yang horizontal, atau disebut Patibulum (Patibulum: palang salib. Berat 34-57 Kg. bnd. Plautus, Carbonaria 2; Miles gloriosus 2.4.6-7 § 359-360; Plutarch, Mor. 554A-B).[27] Yesus berjalan kurang lebih 1 km ke Golgota..[28] Namun keadaan Yesus yang mengalami hipovolemik membuat Yesus lemah, sehingga tidak mampu mengangkat kayu salib, sehingga dibantu Simon dari Kirene (Mark 15:21, Mat 27:32, Luk 23:26).
Sesampainya Yesus di Golgota, maka proses penyaliban dilaksanakan. Yesus dipakukan di kayu salib. Peninggalan arkeologi tentang orang disalibkan, ditemukan di dekat Yerusalem, menunjukkan bahwa pakunya berbentuk persegi dan runcing, ukurannya kurang lebih 12-17 cm.[29] Paku tersebut dipakukan dipergelangan tangan (pergelangan tangan dan tangan dipandang sebagai satu unit dalam bahasa Yunani: cheir) Yohanes  20:27: “taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku”. Kaki-Nya dipaku di kayu salib. Kedua telapak kaki Yesus ditumpukkan dan telapak kaki disejajarkan dengan kayu salib, setelah itu dipakukan dengan paku yang lebih panjang di tulang pergelangan kaki (tumit). Plautus pada abad ke dua menuliskan bahwa orang yang disalib kadangkala tangan dan kakinya dipaku ganda (Mostellaria 329-361). Ada juga bukti arkeologi yang memperkuat mengenai pemakuan kaki di kayu salib. Pada tahun 1968 para arkeolog di Yerusalem menemukan sisa-sisa kurang lebih tiga lusin orang Yahudi yang mati selama pemberontakan melawan Roma sekitar tahun 70 M. Seorang korban, yang rupanya bernama Yohana, telah disalibkan. Dan cukup pasti, mereka menemukan sebuah paku sepanjang 7 inci masih tertancap di kakinya.[30]
Penyaliban ini merupakan hukuman mati yang menyebabkan terhukum sangat tersiksa selama di atas kayu salib, si terhukum akan mengalami kematian dengan cara berlahan-lahan. Menurut Alexander Metherell, M. D, PH.D:
“Penyaliban pada intinya adalah suatu kematian perlahan yang diakibatkan oleh asfiksiasi (sesak nafas karena kekurangan oksigen dalam darah). Alasanya adalah bahwa tekanan-tekanan  pada otot-otot dan diafragma membuat dada berada pada posisi menarik nafas, pada dasarnya, agar dapat menghembuskan nafas, individu itu harus mendorong kedua kakinya agar tekanan pada otot-otot dapat dihilangkan untuk sesaat. Ketika melakukan itu, paku akan merobek kaki, lalu akhirnya mengunci posisi terhadap tulang-tulang tumit kaki. Setelah dapat menarik nafas, orang itu kemudian akan dapat relaks dan menarik nafas lagi. Sekali lagi ia harus mendorong tubuhnya naik untuk menghembuskan nafas, menggesekkan punggungnya yang berdarah ke kayu salib yang kasar. Ini akan berlangsung terus dan terus sampai kepayahan dan akhirnya tidak mampu lagi untuk mengangkat diri untuk bernafas.Ketika nafas orang itu semakin perlahan, ia mengalami apa yang disebut asidosis pernafasan (karbon dioksida dalam darah menjadi asam karbonik, menyebabkan keasamaan darah meningkat). Ini akhirnya mengakibatkan jantung berdetak tak menentu dan akhirnya berhenti. Yesus berada seperti itu saat-saat menjelang kematian-Nya, karena itu setelah Ia berkata “Ya, Bapa, kedalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku”[31]

Di atas kayu salib selain disalib, Yesus pun lambung-Nya ditusuk dengan tombak Injil Yohanes menuliskan bahwa untuk memastikan kematian Yesus seorang prajurit penjaga menikam lambung Yesus dengan tombak (Yoh 19:34). Menurut Paulus (ahli dari Jerman): “tusukan tombak pada lambung Yesus hanyalah luka ringan”.[32] Mungkinkah tombakan dari serdadu tersebut hanya menyebabkan Yesus mengalami luka ringan?
Serdadu Roma sudah terbiasa mengeksekusi atau dapat dikatakan sudah profesional, sehingga mereka tidak akan salah memprediksi korban. “tetapi ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya” (Yoh 19:33). Jadi, serdadu tersebut tidak salah sewaktu ia memprediksi Yesus sudah mati. Namun untuk memastikan Yesus benar-benar mati serdadu tersebut menombak lambung Yesus, maka keluarlah darah dan air (Yoh. 19:34). Alexander Metherell, M. D, PH.D menjelaskan penusukan tersebut secara medis, mengapa tusukan tersebut menyebabkan keluar darah dan air:
“Tombak itu rupanya menembus paru-paru kanan dan ke jantung, jadi ketika tombak itu ditarik keluar, sejumlah cairan (pericardial effusion dan pleural effusian) keluar. Ini akan terlihat sebagai cairan jernih, seperti air, diikuti dengan banyak darah, seperti dideskripsikan saksi mata Yohanes dalam Injilnya…namun Yohanes menuliskan darah terlebih dahulu, karena terdapat lebih banyak darah dari pada air, akan masuk akal bagi Yohanes untuk menyebutkan darah terlebih dahulu”[33]

Selama penyaliban para serdadu Romawi ditugaskan untuk menjaga mereka yang terhukum sampai mati[34] Menurut C. Marvin Pate: “Para prajurit Roma tidak akan meninggalkan si korban sampai mereka yakin bahwa dia telah mati.”[35]
Jadi, jelas tidak akan mungkin perkiraan pasukan Romawi yang menjaga salib salah memprediksi tentang kematian Yesus di salib, dan juga tidak akan mungkin Yesus tidak benar-benar mati di salib dengan proses penyiksaan yang Dia alami dari pengadilan Makamah Agama sampai di atas salib, di mana esekusi hukuman mati (hukuman salib) tersebut dijalankan oleh pasukan Romawi yang sudah profesional. Yosephus juga menuliskan menganai penyaliban yang dilakukan orang Romawi: “Mereka pertama dicambuk kemudian disiksa dengan segala macam siksaan sebelum mereka mati, dan disalibkan di depan tembok kota…para prajurit, karena marah dan benci terhadap orang Yahudi, menyalibkan orang-orang yang mereka tangkap di kayu salib dengan posisi berbeda-beda, sebagai bahan lelucon.” (Josephus, Jewis Wars, 5. 11.1).
Pertanyaan selanjutnya, apakah Yusuf dari Arimatea bersengkongkol dengan Yesus untuk memberikan anggur asam yang diberikan kepada Yesus yang adalah obat untuk membuat Yesus hanya tertidur sehingga terlihat seperti mati dan apakah Yusuf  dari Arimatea juga menguburkan Yesus karena persengkokolan dengan Yesus seperti yang dikatakan Hugh Schonfield?

Persengkongkolan Yesus Dengan Yusuf Dari Arimatea
Jika menurut Hugh itu benar, maka Yesus tetap mati, karena Yesus ditusuk dengan tombak. Tombak tersebut menusuk sampai jantung Yesus. Tetapi menurut penjelasan Craig A Evans mengenai anggur asam yang diberikan kepada Yesus, yaitu anggur asam tersebut memiliki kegunaan untuk membuat korban dapat bertahan dalam kesadaran lebih lama, tujuan diberikan anggur asam tersebut adalah supaya mereka melihat apakah benar Elia sungguh datang menolong-Nya. Jadi, hal ini merupakan serangkaian ejekan dari mereka orang-orang Yahudi, yang sudah dimulai sejak persidangan di hadapan para imam kepala (Mark 14:65). Ia telah ditantang untuk turun dari salib (Mark 15:32), dan akhirnya para pengejek tersebut berharap untuk melihat “apakah Elia akan datang” sebagai jawaban untuk teriakan Yesus.[36] Jadi, anggur asam diberikan kepada Yesus bukan untuk membuat Yesus seolah-olah mati.
Sedangkan penguburan yang dilakukan Yusuf dari Arimatea salah satu dari anggota Makamah Agama (Mark 15:43) kemungkinan besar adalah orang yang mendapatkan tugas dari Makamah Agama untuk menguburkan Yesus. Alasanya adalah karena menurut hukum Taurat mayat yang digantung tidak boleh dibiarkan tergantung sampai malam hari (Ul. 21:22-23). Kebisaan untuk menguburkan mayat yang mati bagi orang Yahudi juga dituliskan oleh Philo
“Sungguh, jika engakau harus mati oleh kekerasan atau melalui perencanaan, hal itu masih lebih ringan bagiku, dibunuh oleh sesama manusia, yang masih memiliki belas kasihan kepada korbanya yang mati, yang kemudian mengumpulkan tanah untuk menutupi mayat. Dan andaikan mereka manusia amat kejam, tidak ada hal lebih jahat dapat mereka lakukan selain meninggalkanmu tak terkubur dan pergi begitu saja, lalu barangkali lewat orang yang mau menghentikan langkah, dan sambil melihat, merasa kasihan kepada sesama manusia dan melakukan kebiasaan penguburan sebagaimana layaknya (De Iosepho 25)”[37]

Berdasarkan tulisan Craig mengenai penguburan sesuai dengan kebiasaan orang Yahudi, maka penguburan mayat bagi rabi adalah suatu tugas suci (b. Megillah. 3b) dan  imam besar atau seorang nazir memiliki kewajiban untuk menguburkan “mayat yang terbengkalai” sebab tidak ada orang lain yang melakukannya (bnd. Sipre Num. §26).[38]  Temple Scroll (QT) salah satu dari Gulungan Laut Mati (Dead See Scroll) juga terdapat hukum mengenai keharusan penguburan bagi korban hukuman mati yang digantung dan mengharuskan juga untuk tidak membiarkan mayat tersebut tergantung sampai besok pagi, tetapi harus dikuburkan pada hari itu juga (11 QT 64:7-13a = 4Q524 frag. 14, baris 2-4.).[39] Jadi, maksud Yusuf dari Arimatea menguburkan Yesus bukan karena kerjasama dengan Yesus, tetapi mendapatkan tugas dari Makamah Agama sebagai kewajiban Makamah Agama untuk menguburkan mereka yang dihukum mati[40] (di Lukas 23:50-51 Yusuf dari Arimatea tidak dijelaskan bahwa ia menguburkan Yesus karena tidak setuju dengan putusan Makamah Agama, tetapi hanya dijelaskan bahwa Yusuf dari Arimatea adalah salah satu anggota Makamah Agama yang tidak setuju atas keputusan Makamah Agama). Apa lagi ada keterangan bahwa besoknya akan ada sabat sehingga tidak boleh ada mayat yang tergantung di salib (Yoh. 19:31).
Berdasarkan serangkain penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Yesus benar-benar mati di atas kayu salib, walaupun dengan proses yang cepat. Tetapi ada pertanyaan lagi, bagaimana dengan rempah-rempah tersebut, apakah tujuannya untuk menyadarkan Yesus seperti pendapat Paulus (ahli dari Jerman) tersebut?

Tujuan Rempah-rempah Ditaruhkan Pada Tubuh Yesus.
            Informasi mengenai Yesus diberikan rempah-rempah saat dikubur hanya didapat di Injil Yohanes 19:39-40: “…Ia membawa campuran minyak mur dengan minyak gahara, kira-kira 50 kati beratnya…dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat”

Keterangan:
-          Kata “50 kati” dalam Alkitab bahasa Yunani: litras (litra) ekaton (seratus): seratus litra
-          1 litra : 327,45 grm
-          100 Litra : 327, 45 gram x 100 = 32745 gram = 32,745 kg
-          NIV: 75 pons
-          BIS: 30 kg
-          Mur: Damar yang harum (kamus Alkitab)
-          Gaharu: Rempah-rempah yang harum baunya, dipakai untuk penguburan (Kamus Alkitab)
-          Kalimat “dengan rempah-rempah” dalam Alkitab B. Yunani: “Meta (dengan) tōn (itu) arōmatōn (minyak wangi yang kental)”= dengan minyak wangi yang kental itu. Jadi, minyak wangi yang kental ini yang ditulis di ayat 40 (dan membubuhi dengan rempah-rempah) berasal dari campuran mur dan gahara yang beratnya 32, 745 kg (ayat 39: ia membawa campuran minyak mur dan minyak gaharu, kira-kira 50 kati).

Untuk Apa minyak wangi yang kental (tōn arōmatōn) tersebut dan mengapa dibubuhi ke tubuh Yesus?
Sebelum menjawab kegunaan itu semua, terlebih dahulu kita harus mengetahui budaya penguburan orang Yahudi. “…menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat” (ayat 40)
Adat Yahudi atau kebiasaan orang Yahudi menguburkan mayat[41]:
1)      Penguburan dilakukan pada hari kematian, atau jika terjadi di sore atau malam hari, maka penguburan dilakukan esok harinya.
2)      Sebelum dikubur maka ada tahap-tahap atau proses yang harus dilakukan
o   dimandikan dan dibungkus
o   mayat bisanya diberi wangi-wangian dan rempah-rempah (Yosephus, Jewish Antiquities, 15.61, 17.196-199)
3)      Setelah dikubur, maka ada 7 hari masa meratap, hari penguburan adalah hari pertama dari 7 hari masa meratap.
o   Di dalam tulisan Yosephus: “Arkhelaus (putra tertua Herodes) melanjutkan ratapan selama 7 hari sebagai penghormatan kepada ayahnya – sesuai kebiasaan Negara yang menetapkan lama hari meratap itu – kemudian, sesudah memberi makan orang banyak dan mengakhiri ratapannya ia pergi ke Bait Allah” (Yosephus, Jewish Antiquities, 17.200)
o   Alkitab juga mencatat kebiasaan ini.
§  Yusuf meratapi Yakub (Kej 50:10)
§  Mayat Saul diratapi (1 Sam. 31:13)
o   Ratapan dilakukan dipintu masuk kubur atau di dalam kubur
§  “para arkeolog kadang menemukan sebidang lantai digali lebih dalam,  untuk memungkinkan orang yang meratap berdoa sambil berdiri tegak, sesuai kebiasaan Yahudi. Tentu saja, karena orang yang meratap berdiri di dekat kubur, maka mayat diberikan wewangian. Banyak botol dan kendi tempat wewangian ditemukan dalam kubur dan gua penguburan.”
4)      Setahun sesudah kematian, maka tulang-tulang dari mayat tersebut dikumpulkan dan menaruhnya dalam penyimpanan tulang atau dalam osuarium (seperti peti yang terbuat dari batu kapur).
o   Praktik ini ditemukan dalam penggalian arkeologis terhadap kuburan-kuburanYahudi zaman Yesus
o   Ada tulisan-tulisan rabini Yahudi mengenai praktik ini
§  “Apa daging telah habis mereka mengumpulkan tulang-tulang dan menguburkannya di tempat mereka sendiri” (m. Sanhedrin. 6:6).
§  “Putraku, kuburkan aku lebih dahulu di tempat penampungan tulang, selang beberapa waktu kumpulkan tulang-tulangku dan taruh mereka dalam osuarium tetapi jangan mengumpulkan mereka dengan tanganmu” (Semahot. 12. 9, Semahot 3.2)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa mayat Yesus diberi campuran mur dan gaharu (minyak wangi yang kental), tujuanya supaya mayat Yesus tidak berbau, sehingga dapat diratapi. Apa lagi Yesus dikubur sebelum sabat (di hari sabat tidak boleh ada kegiatan), karena itu mayat Yesus dapat diratapi di hari Minggu (para Maria datang ke kubur Yesus pada pagi hari Minggu dengan tujuan untuk meratapi mayat Yesus). Jadi, karena mayat Yesus dapat diratapi hari Minggu, maka dibutuhkan wewangian yang banyak, supaya saat diratapi, mereka yang meratapi mayat Yesus tidak mencium bau tidak sedap dari kubur. Bukan supaya Yesus sembuh dari luka-lukanya, karena Dia sudah mati, bukan cuma pingsan.
            Norman Geisler dan Ron Brooks dalam bukunya “When Skeptics Asks” menuliskan argumen terhadap pernyataan Yesus pura-pura mati, jikalau memang rempah-rempah tersebut dapat menyembuhkan Yesus yang telah mengalami runtutan penyikasaan yang telah diuraikan di atas maka Yesus akan menghadapi rintangan-rintangan yang akan tidak memungkinkan Dia bisa keluar dari kubur dengan selamat: “Yesus diberi balsam dengan kurang lebih 75-100 pon rempah-rempah dan perban dan diletakkan dalam kubur yang dijaga (Yoh. 19:39-40). Bahkan sekalipun Ia bangun dalam kubur-Nya, Ia tidak akan bisa membuka kain pembungkus-Nya sendiri, menggulingkan batu kesamping dari jalurnya yang sudah dipahat, mengalahkan para penjaga, dan melarikan diri tanpa diketahui (Mat 27:60).”[42]

Catatan:
Alkitab Bahasa Yunani diambil dari: Text Greek New Testament, Fourth Revised Edition Edited by Barbara Aland, Kurt Aland, Johannes Karavidopoulos, Carlo M. Martini, and Bruce M. Metzger, 1998

            Untuk memperkuat argumen bahwa Yesus benar-benar mati di kayu salib, maka saya akan mencantumkan tulisan-tulisan dari mereka yang hidup pada abad pertama dan ke dua, mereka juga bukanlah orang yang mempercayai Yesus Tuhan, namun mereka melaporkan dalam tulisan mereka mengenai penyaliban Yesus.

Laporan Penyaliban dari Dokumen Di Luar Injil Kanonik (Dapat dilihat di tulisan Craig A. Evans Fabricating Jesus. Terj.Johny The, Merekayasa Yesus. Hal. 114-116)
Yosphus
Yosephus dilahirkan pada tahun 37 M dan ia menulis sebagian besar dari keempat karyanya menjelang akhir abad pertama, kemungkinan tahun 93 M ia telah menyelesaikan semua tulisannya: “Ia adalah Kristus. Ketika Pilatus, karena mendengar bahwa ia dikenai tuduhan oleh orang-orang dengan jabatan tertinggi di antara kami, telah menjatuhkan hukuman salib kepadanya, mereka yang dari mulanya sudah mengasihi dia tidak melepaskan kasih sayang mereka kepadanya. Pada hari ketiga ia menampakkan diri kepada mereka dalam keadaan kembali hidup”( Josephus, The Antiquities. 18. 6-64).
Kornelius Tacitus
            Hidup sekitar 56-118 M adalah proconsul Asia (sekitar 112 – 113 M), teman Pliny muda dan penulis Annals dan Histories. Hanya beberapa bagian dari buku ini yang masih ada. Dalam Annals 15:44, ia memberikan referensi tentang meninggalnya Yesus:
“Sebab itu, untuk memadamkan rumor (bahwa pembakaran Roma terjadi berdasarkan perintahnya), Nero menyodorkan (pelaku kejahatan itu) dan menghukum orang-orang yang dibenci karena kejahatan mereka dengan cara yang paling mengerikan, orang-orang yang disebut orang banyak sebagai “orang Kristen.”  Christus, yang menjadi sumber penamaan itu, telah menjalani hukuman mati selama pemeritahan Tiberius, melalui peritah procurator Pontius Pilatus.”
Mara bar Serapion pada tahun 72 M
“Keuntungan apakah yang diperoleh orang Atena dengan membunuh Socrates , sementara balasan yang mereka terima adalah bencana kelaparan dan pes? Atau orang Samos dengan membakar Pythagoras, karena dalam waktu satu jam Negara mereka dipenuhi pasir seluruhnya? Atau orang Yahudi melaui kematian raja mereka yang bijaksana, karena pada waktu yang sama kerajaan mereka dirampas dari mereka? Allah dengan adil membalas kematian ketiga orang bijaksana ini: orang-orang Atena mati karena kelaparan, orang Samos diliputi air laut; orang –orang Yahudi, dihancurkan dan diusir dari tanah mereka, dan tinggal secara terpisah datu dengan yang lain. Namun Socrates tidak mati untuk selama-lamanya; ia membuuat ajaran Plato tetap hidup. Pythagoras tidak mati untuk selama-lamanya; ia membuat patung Hera tetap hidup. Demikian juga raja bijaksana itu tidak mati untuk selama-lamanya; Ia membuat ajaran yang telah Ia beritakan tetap hidup.”

Lucian dari Samosta
            Hidup sekitar 115-200 M. Tulisan merujuk pada kematian Yesus. Menurut passing of Peregrinus 11: “Orang-orang Kristen…menghormati Dia sebagai allah, memandang Dia sebagai pemberi hukum, dan menempatkan Dia sebagai pelindung – secara pastinya, selain hal itu mereka juga menyembah Dia, orang yang disalibkan di Palestian karena Ia memperkenalkan pemujaan baru ini ke dalam dunia.”
Tulisan Dari Orang Yahudi
“Pada malam menjelang Paskah, mereka menyalibkan Yesus orang Nazaret. Dan kabar beredar, di depan-Nya, selama empat puluh hari, yang mengatakan: “ia akan dilempari batu, karena Ia mempraktikan tenung dan membujuk serta menyesatkan orang Israel. Biarlah setiap orang yang tahu sesuatu yang membela kepentingan-Nya datang memohon bagi Dia.” Namun, karena tidak menemukan sesuatu yang membela kepentingan-Nya, mereka menyalibkan Dia pada malam menjelang Paskah.” (Talmud Babilonia. Sanhendrin 43a)

Kesimpulan
Proses memang cepat, karena para imam kepala dan Imam besar menghendaki kematian Yesus secepatnya, berhubungan dengan kekawatiran mereka terhadap Kaisar Romawi yang akan memandang ketenaran Yesus sebagai gerakan pemberontakan dari Israel dan waktu yang sangat sedikit bagi para imam untuk mengadili Yesus berhubungan dengan kesibukan mereka di hari Paskah dan tujuh hari Roti Tidak Beragi, sehingga mereka harus mengadili Yesus sebelum korban Paskah. Gubenur Pilatus pun menghendaki kematian Yesus, karena kepopuleran Yesus dapat mengakibatkan pemberontakan (orang Israel menyebut-Nya raja, bukan Kaesar sebagai raja mereka) Akibatnya dapat terjadi pencopotan jabatan Pilatus dari Gubernur. Hal ini tidak memungkinkan adanya persengkongkolan Yesus dengan gubernur dan para imam atau anggota Sanhedrin (Yusuf dari Arimatea adalah salah satu dari anggota Makamah Agama [Mark 15:43]).
Penyiksaan Yesus sampai Dia disalibkan berdasarkan bukti sejarah (penyaliban yang biasa dilakukan orang Romawi) dan berdasarkan penelitian ilmiah (kedokteran), maka penyiksaan dan penyaliban terhadap Yesus pasti akan membuat-Nya mati. Prediksi dari serdadu Roma semakin memperkuat bukti bahwa Yesus mati di kayu salib. Serdadu Romawi yang sudah terbiasa mengeksekusi membuatnya tidak salah sewaktu dia memprediksi kematian Yesus, untuk lebih meyakinkan prajurit penjaga tersebut menombak-Nya. Menurut ahli: tombak tersebut menusuk paru-paru kanan dan jantung pasti menyebabkan Yesus mati. Jadi, Yesus pasti mati sewaktu disalibkan.
Sanggahan yang mengatakan Yesus diberi obat sewaktu disalib sehingga terlihat kelihatan mati dan rempah-rempah menyebabkan Yesus pulih sungguh tidak sesuai dengan bukti sejarah dalam kebiasaan orang Romawi mengeksekusi korban penyaliban dan tidak mengetahui tradisi orang Yahudi menguburkan orang mati pada jaman Tuhan Yesus.
Teori pingsan menurut saya adalah hanya rekayasa dari orang-orang yang tidak mempercayai Yesus adalah Tuhan yang telah mati dan bangkit pada hari yang ke tiga. Mereka mengawali dengan teologia “Yesus bukan Tuhan, tetapi hanya manusia biasa” dan memperkuat teologi mereka dengan argumen-argumen mereka, akibatnya sering sekali argumen mereka tidak masuk akal dan terlihat fiksi atau hasil rekayasa (hayalan) dan tidak berdasarkan bukti-bukti sejarah atau memaksakan bukti-bukti yang ada untuk mendukung teologia mereka.[43]  Namun, imam Kristen bukanlah hayalan tetapi hasil dari bukti sejarah yang sangat kuat. – “Yesus sungguh-sungguh telah mati di atas kayu salib (peristiwa yang terjadi di dalam sejarah) dan itu semua memiliki tujuan, yaitu untuk menanggung hukuman kematian kekal yang seharusnya manusialah yang harus menanggungnya, karena manusialah yang berdosa di hadapan Allah. Akibatnya manusia yang di dalam Yesus tidak memperoleh hukuman, tetapi memperoleh kehidupan kekal, alias Surga, bukan neraka” – itulah iman Kristen (iman yang timbul dari bukti sejarah [peristiwa Yesus selama di bumi] dan bukti sejarah memperkuat iman).[44]
Penutup
            Bukti-bukti mengenai Yesus mati di kayu salib bukanlah hanya didapatkan dari Injil-injil Kanonik, tetapi bukti-bukti sejarah begitu banyak mendukungnya. Craig L. Blomberg:
“Saya mengetahui dari riset saya sendiri bahwa terdapat bukti yang sangat kuat bahwa laporan-laporan Injil layak dipercaya…Tahukah Anda, ini ironis: Alkitab menganggap seseorang yang memiliki iman yang tidak membutuhkan bukti patut dipuji. Ingat bagaimana Yesus memberi jawaban kepada Tomas si peragu: ‘Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.’ Dan saya tahu bahwa bukti tidak akan pernah dapat mendorong atau memaksa iman. Kita tidak dapat menggantikan peran Roh Kudus, yang sering kali merupakan sesuatu yang penting bagi orang Kristen saat mereka mendengar diskusi-diskusi seperti ini. Namun saya akan mengatakan ini kepada Anda: terdapat banyak kisah tentang para sarjana dalam bidang Perjanjian Baru yang belum menjadi Kristen, namun melalui studi mereka atas isu-isu ini telah memiliki iman kepada Kristus. Ada tak terhitung banyaknya sarjana lagi, sudah menjadi percaya, yang imannya telah diperkuat, diperteguhkan, diberi dasar, karena bukti – dan itulah kategori di mana saya termasuk di dalamnya.” [45]

Saya mengutip pernyataan dari seorang ahli Perjanjian Baru lulusan dari Yale Univerity Divinity School dan memperoleh gelar doktor dengan lulusan peringkat pertama dari Princeton Theological Seminary, Gregory A Boyd, Ph.D: “Kebenaran teologis berdasarkan pada kebenaran sejarah. Itulah cara Perjanjian Baru berbicara…Saya tidak ingin mendasarkan kehidupan saya pada suatu symbol. Saya menginginkan realitas, dan iman Kristen selalu berakar pada realitas. Apa yang tidak berakar pada realitas adalah iman para sarjana liberal. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti angan-angan khayalan, namun Kekristenan bukanlah suatu angan-angan khayalan.”[46]
            Hal ini berarti kepercayaan orang Kristen bahwa Yesus adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia di dalam sejarah adalah peristiwa yang pernah terjadi di sejarah. Jika, iman Kristen berdasarkan bukti sejarah, maka seharusnyalah orang Kristen harus mampu membuktikannya berdasarkan sejarah, karena jika tidak dapat membuktikannya maka iman Kristen akan runtuh. Apa lagi adanya serangan-serangan dari luar yang memakai “sejarah” untuk membuktikan kisah di Injil hanyalah hasil iman para murid dan bukanlah sejarah. Paulus pun pernah menghadapi serangan ini, namun ia membelanya dengan bukti-bukti sejarah, yaitu melalui para saksi mata yang melihat peristiwa sejarah hidup, mati dan bangkitnya Yesus dari kubur. (1 Kor. 15:1-8).
Saya berharap semoga dengan adanya tulisan saya ini dapat menjadi bahan pembelajaran bagi orang Kristen untuk: pertama memperkuat iman mereka kepada Yesus yang telah mati untuk menebus dosa orang-orang pilihan-Nya, kedua, menyadarkan mereka bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihi mereka sehingga mau mati demi mereka. Karena itu mereka pun seharusnya mengasihi Yesus. Dan ketiga, menjadi bahan tambahan argumentasi jika ada orang yang mempertanyakan iman Kristen mengenai kematian Yesus berdasarkan bukti sejarah.
“Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggung jawab (apologian: “apo”: dari, melalui. “logian”: yang rasional) kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggung jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lembah lembut dan hormat” (1 Pet. 3:15).



























[1] C. Marvin Pate end Sherly L. Pate, Crucified In The Media, terj. Yeri Ekomunajat, Disalibkan Oleh Media (Yogya: Andi, 2007) 199. baca juga Craig A. Evans, Teriakan Kematian Yesus, Ed. Troy A. Miller, Hari-hari Terakhir Yesus (Jakarta: Perkantas, 2010) 14-15
[2] D.H. Lawrenee, Love among the Haystacks and Other Stories (New York: Bantam, 1965), 125
[3] C. Marvin Pate end Sheryl L. Pate, Crucified In The Media. 199
[4] Ibid 200-201. Lee Strobel, The Case For Christ, Ed. Lyndon Saputra. Terj. Jennifer E. Silas, Pembuktian Atas Kebenaran Kristus (Batam: Gospel Press, 2002) 248-249
[5] Craig A. Evans, Teriakan Kematian, Ed. Troy A. Miller, Hari-hari Terakhir Yesus. 14-15

[6] Mark A. Marinella, Died He for Me. Terj. Johny The, Yesus yang Disalib Bagiku, (Yogyakarta: Andi, 2009) 39  
 [7]  G. E. Ladd: “…kekawatiran orang-orang Farisi dan para Imam bahwa popularitas-Nya akan menimbulkan suatu gerakan dengan karakter sedemikian rupa sehingga pemerintahan Romawi akanmenafsirkan sebagai suatu pemberontakan dan akan ikut campur untuk menghanciurkan gerakan itu maupun bangsa Yahudi”. G. E. Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 1 (Bandung: Kalam Hidup, 2002), 183
       [8] G. E. Ladd: “Pada puncak popularitas-Nya, ketika Yesus menyatakan kuasa ilahi-Nya dengan melipatgandakan roti dan ikan untuk memberi makan lima ribu orang, menimbulkan satu gerakan spontan di mana orang banyak berusaha memaksa Yesus untuk menjadi Raja (Yoh 6:15), dengan harapan bahwa Ia dapat dibujuk untuk memakai kuasa ilahi-Nya yang luar bisa itu untuk menumbangkan kuk bangsa kafir dan membebaskan umat Allah dari perbudakan yang mereka benci dan dengan demikian mendirikan Kerajaan Allah. Pentingnya harapan ini bahwa Yesus akan menjadi seorang pembebas mesianis politis dapat dipahami bila orang mengingat kembali serangkaian pemberontakan mesianis yang mewarnai masa itu. Seandainya maksud Yesus ialah menawarkan satu kerajaan dunia dan politik keturunan Daud kepada bangsa Yahudi, maka mereka akan menerimanya saat itu juga dan bersedia mengikut Dia bila perlu sampai mati untuk melihat  pembentukan kerajaan yang demikian” Ibid, 183
      [9] G. E. Ladd: “Mesias idaman bangsa Yahudi adalah seorang pemimpin yang kuat yang akan menumbangkan pemerintahan Romawi.” Ibid, 183
     [10] Seperti Salomo setelah dilantik atau diurapi menjadi raja oleh Imam Zadok semua rakyat berseru “Hidup raja Salomo” dan rakyat berjalan di belakang Salomo sambil bersukaria dan membunyikan suling, sedangkan Salomo menunggangi bagal memasuki kota Yerusalem (1 Raj. 1:32-40).
[11] Craig A. Evans, Teriakan Kematian Yesus, Ed. Troy A. Miller, Hari-hari Terakhir Yesus. 17
[12] “Panen jatuh antara Paskah dan Pentakosta. Dengan datangnya Paskah gandum sudah dapat dituai; itulah sebabnya pada hari kedua dari hari besar ini (Hari Roti Tidak Beragi) berkas pertama dari gandum yang dituai itu dipersembahkan kepada TUHAN untuk diunjukkan imam di hadirat Allah. Baru sesudah hal ini dilakukan, maka orang dapat mulai dengan menuai (Im 23:9-14)… Pentakosta yang berarti “kelimapuluh”, oleh karena dirayakan pada hari ke-50 sesudah hari Paskah. Perjanjian Lama hari raya Pentakosta ini disebut hari raya lepas tujuh minggu, hari raya menuai atau hari raya menuai buah bungaran (Kel 23:16; 34:22; Im. 23:15-21; Bil 28:26-31; Ul 16:9-12). Pada hari Pentakosta dipersembahkan korban buah bungaran, yakni dua roti yang dibuat dari tepung gandum yang baru dituai itu, suatu lambang mempersembahkan seluruh hasil kepada Tuhan .” F. L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1.(Jakarta: BPK, 1987), 324-325
[13] Paskah yang ditulis di Yohanes adalah Paskah menurut kalender yang ditetapkan Imam Besar, sedangkan Matius, Markus, dan Lukas menuliskan berdasarkan kalender yang lain. Menurut F. F. Bruce: “ada alasan yang kuat untuk percaya bahwa kelompok-kelompok agamawi tertentu (termasuk Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya) mengikuti kelender lain dari yang ditentukan Imam Besar dalam mengatur kebaktian-kebaktian di Bait Allah. Imam Besar dan mereka yang mengikuti perhitungannya makan Paskah pada hari Jumat malam (Yoh. 18:28, 19:14). Yesus dan murid-murid-Nya agaknya makan lebih dulu pada minggu itu.”. F. F. Bruce, Dokumen-dokumen Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK ) 203.
[14] “Waktu Yesus hidup di bumi ini, adalah kebiasaan untuk menyembelih korban Paskah antara jam tiga sore dan matahari masuk di dalam Bait Suci di Yerusalem” F. L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1. 239
[15]“Walaupun masih dapat mengadili kasus-kasus yang berhunbugan dengan agama, hak prerogatif (khusus) Sanhedrin berubah seiring dengan dimulainya pemerintahan Romawi secara langsung di Yudea: (1) Coponius, gubernur pertama (tahun 6 M), dikirim oleh Augustus dengan kekuasaan penuh ‘yang mencakup hukuman mati’ (Yosephus, J.W 2.8.1/117; bandingkan Ant 18.1/1/2). (2) Tradisi Tannaitic menegaskan bahwa ‘hak untuk mengadili kasus-kasus di mana terdakwanya diancam dengan hukuman mati dicabut dari tradisi Israel empat puluh tahun sebelum Bait suci dihancurkan’ (y. Sanh. 1.1;7.2; bandingkan b. Sanh 41a; b. Abod. Zar. 8b); (3) hak orang Yahudi untuk menjatuhkan hukuman mati diberlakukan kembali seminggu setelah pasukan Romawi menghentikan pengepungan atas Yerusalem pada bulan September tahun 66 M; ‘Pada tanggal 22 bulan Elul eksekusi terhadap para terpidana mati dimulai lagi’ (Meg. Ta’an. 6)” C. Marvin Pate end Sherly L. Pate, Crucified In The Media, terj. Yeri Ekomunajat, Disalibkan Oleh Media. 155
                [16] Craig A. Evans, Fabricating Jesus. Terj. Jhony The, Merekayasa Yesus.(Jogja: Andi, 2008), 289-290  
[17] Craig A. Evans, Teriakan Kematian. 32-34
[18] Darrell L. Bock end Daniel  B. Wallance, Dethroning Jesus. Terj. Helda Siahaan, Mendongkel Yesus dari Tahta-Nya (Jakarta: Gramedia, 2009) 189
[19] C. Marvin Pate end Sheryl L. Pate, Crucified In The Media. 158
[20] Mark A. Marinella, Died He for Me, 39
[21] Digesta 48.19.8.3; Yosefus, J.W.2.306.  Craig A. Evans, Teriakan Kematian, 39
[22] Ibid, 39 dan Mark A. Marinella, Crucified In The Media, 47
[23] Lee Strobel, Pembuktian Atas Kebenaran Kristus, 252-253
[24] Mark A. Marinella. 48
[25] Ibid, 44-45
[26] Craig A. Evans, Teriakan Kematian. 37
[27] Ibid. 40-41
[28] Mark A. Merinella, 57
[29] Ibid. 63
[30] Lee Strobel, 259. “Penemuan penting sebuah osuarium di tahun 1968 (osuarium no. 4 dalam Kubur I, di Giv’at ha-Mivtar) dari seorang laki-laki Yahudi bernama Yohannan, yang jelas telah disalibkan, menyediakan petunjuk arkeologis dan pengertian tentang bagaimana Yesus sendiri telah disalib. Osuarium dan isinya berasal dari tahun 20-an M- yaitu semasa pemerintahan Pilatus, gubernur Romawi yang sama yang telah menghukum mati Yesus. Peninggalan sebuah paku besi (sepanjang 11,5 cm) dengan jelas terlihat masih menancap di tulang tumit kanan (atau calcaneum)” Craig A. Evans. Teriakan Kematian. 62
[31] Ibid. 256-257
[32] C. Marvin Pate end Sherly L. Pate. Crucified In The Media . 199
[33] Lee Strobel. 257-258
[34] . “Merupakan protokol khas bahwa para penjaga berjaga di dekat salib sampai sang korban meninggal.”Craig A. Evans. Teriakan Kematian. 41
[35] C. Marvin Pate end  Sherly L. Pate. 147
[36] Craig A. Evans.Teriakan Kematian  43-44
[37] Craig A. Evans. Heningnya Penguburan. Ed. Troy A. Miller, Hari-hari Terakhir Yesus (Jakarta: Perkantas, 2010) 58
[38] Ibid 58
[39]Ibid. 59
[40]Craig A. Evans: “Karena Makamah Agama Yahudi (atau Sanhedrin) menyerahkan Yesus kepada penguasa Romawi untuk dihukum mati, maka mereka wajib mengatur penguburan yang layak (sebagaimana dalam m. Sanh. 6:5). Tugas ini jatuh ke Yusuf dari Arimatea, seorang anggota Makamah Agama. Narasi Injil sepenuhnya sesuai dengan kebisaan Yahudi, yang dihormati oleh penguasa Romawi dalam masa damai” Ibid, 76
[41] Craig A. Evans, Heningnya Penguburan. Ed. Troy A. Miller. Terj. Paul S. Hidayat, Hari-hari terakhir Yesus. (Jakarta: Perkantas, 2010) 53-54
[42] Norman Geisler end Ron Brooks, When Skeptics Asks. Terj. Jhony The, Ketika Alkitab Dipertanyakan (Yogyakarta: Andi, 2006) 141
[43] “…kaum liberal yang radikal ingin agar kita percaya bahwa kita tidak dapat memastikan apa pun menyangkut kata-kata teks Pernajian Baru…Ironisnya…pendekatan ini justru bertitik tolak dari kesimpulan yang ingin mereka buktikan, lalu mereka hanya berurusan dengan bukti yang mendukung kesimpulan tersebut. Kesimpulannya menentukan metodenya, bukan sebaliknya. Ini bukanlah sikap yang jujur dalam mencari kebenaran” J. Ed Komoszewski, M. James Sawyer end Daniel B. Wallace, Reinventing Jesus. Ed. Lily Endang Joeliani. Terj. Anwar Tjen dan Pericles G. Katoppo. (Jakarta: Perkantas, 2011), 91
[44]“Inti pemberitaan Kristen dapat dirangkum sebagai berikut: Allah telah menjadi manusia dalam ruang dan waktu sejarah. Dia hidup di antara kita, mati di atas kayu salib, dan bangkit dari antara orang mati. Salah satu implikasi dari inkarnasi – Allah menjadi manusia – adalah bahwa Inkarnasi mengajak kita, bahkan mengharuskan kita meneliti kredibilitas historisnya. Kitab-kitab Injil secara panjang lebar mengisahkan tentang siapa Yesus, di mana dan kapan Ia berkarya. Pembaca diajak untuk memerikasa datanya dan meneliti benar tidaknya. Jika ada yang mengira, orang dapat menjadi Kristen tanpa yakin akan historitas Yesus Kristus, ia cuma berkhayal. Kekristenan tak lain dari Kristus. Tanpa Dia, Injil tidak bermakna.” Ibid, 268
[45] Lee Strobel. 67
[46] Ibid. 161-162

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencintai Tuhan Karena Mengenal Tuhan, Ulangan 6:5

Catatan Kotbah: Murid Kristus Yang Sejati. Yohanes 6:60-71

Hidup bergaul dengan Tuhan