Yesus Mati Adalah Fakta Dalam Sejarah
Yesus Mati
Mitos Atau Fakta?
Mitos Atau Fakta?
Tiori Pingsan
Pendahuluan
Orang Kristen menaruh kepecayaan mereka di atas
bukti sejarah yaitu mengenai keselamatan mereka adalah berdasarkan kematian
Yesus di kayu salib. Namun, jikalau timbul pernyataan yang mengatakan bahwa
peristiwa tersebut bukanlah peristiwa di dalam sejarah, tetapi itu hanyalah
rekayasa para murid. Iman para murid Yesus menyebabkan mereka menuliskan bahwa Yesus
mati di kayu salib. Iman mereka mengenai kematian Yesus merupakan penggenapan dari
kitab mereka (Perjanjian Lama), yaitu untuk penebusan dosa mereka sehingga
mereka selamat. Karena itulah mereka para murid Yesus menuliskan bahwa Yesus
telah mati di atas kayu salib. Tetapi yang sebenarnya dalam sejarah adalah Yesus
hanyalah pingsan dan tidak mati. Bagaimana sikap orang Kristen menghadapi
pernyataan tersebut? Orang Kristen harus dapat menjawab berdasarkan bukti
sejarah, jika tidak dapat membuktikan berdasarkan bukti sejarah, maka iman
Kristen akan runtuh, karena Yesus tidak pernah mati bagi mereka di dalam
sejarah. Akibatnya, pengharapan orang Kristen mengenai keselamatan dalam Yesus
adalah omong kosong (1 Kor. 15:12-19). Karena itulah saya mencoba dalam tulisan
saya ini untuk mengargumentasikan bahwa Yesus tidaklah pingsan tetapi Dia
benar-benar mati di atas kayu salib. Namun sebelumnya saya akan memaparkan
pendapat dari mereka yang setuju mengenai Yesus tidak mati tetapi hanyalah
pingsan, setelah itu saya akan memberi argumen saya mengenai Yesus benar-benar
mati di dalam sejarah.
Tori Pingsan
Ada pendapat mengatakan bahwa mur dan gahara dan rempah-rempah yang
diberikan ke pada tubuh Yesus adalah tujuan pengobatan, supaya Yesus dapat
sembuh sewaktu di dalam kubur, sehingga Ia bisa keluar dari kubur. Akhirnya Dia
dikatakan bangkit dari kubur. Ini semua adalah hasil kerjasama antara Pilatus
dan orang-orang lain, namun di luar sepengetahuan para murid, sehingga sewaktu
Yesus di salib, Yesus tidak benar-benar mati tetapi telah diberi obat sehingga
terlihat mati, karena itu sewaktu dikubur oleh Yusuf dari Arimatea Ia diberikan
mur, gahara dan rempah-rempah supaya luka-lukanya sembuh dan akhirnya mampu
keluar dari kubur. Para murid yang tidak
mengetahui peristiwa tersebut melihat kubur Yesus yang kosong maka mereka
berpikir bahwa Yesus telah bangkit.[1]
Beberapa yang memegang teori pingsan adalah di antaranya
l
Karl Bahrdt
l
Karl Venturini
l
Paulus (seorang pakar dari Jerman)
l
Teori Persengkongkolan: Hugh Schonfield
l
Teori Pura-pura mati
Karl Bahrdt dan Karl Venturini pada abad ke sembilan belas: Yesus hanya
pingsan karena kepayahan di atas salib, atau Ia telah diberi suatu obat yang
membuatnya kelihatan mati, dan bahwa selanjutnya Ia dihidupkan kembali oleh udara
kubur yang sejuk dan lembab.[2]
Paulus (seorang pakar dari Jerman): “bahwa sesungguhnya tidak mati di kayu
salib, tetapi pingsan dan kemudian dipulihkan kesadaran-Nya di dalam
kubur…penyaliban adalah sebuah kematian yang prosesnya lambat dan menyakitkan
yang sering memakan waktu berhari-hari. Ada tulisan-tulisan yang menunjukkan
kasus-kasus orang-orang yang disalib, diturunkan dari salib, dan masih tetap
hidup…tusukan tombak pada lambung Yesus hanyalah luka ringan…karena suhu dingin
dan bau rempah-rempah yang harum di dalam kubur, Yesus yang kelihatannya saja
mati, menjadi pulih kesadarannya…”[3]
Teori Persengkongkolan (Hugh Schonfield): Yesus gagal untuk menjalankan
rencanan-Nya, maka Ia merencanakan yang lain yaitu berpura-pura menjadi korban
penebus dosa dengan merencanakan penghasutan terhadap Yudas untuk menjual-Nya
dan melibatkan Yusuf Arimatea untuk memberikan suatu cairan di suatu bunga
karang ketika tergantung di atas salib sehingga menyebabkan Yesus tidur seperti
mati, cairan ini diberikan dengan suatu tanda dari Yesus, yaitu teriakan “Aku
haus” (Mark 15:36) dan bahwa Pilatus kelihatan terkejut akan betapa cepatnya
Yesus mati (Mark 15:44). Jadinya, pemunculan Yesus kembali bukanlah suatu
kebangkitan mujizat tetapi sekedar suatu kesadaran kembali yang kebetulan, dan
kubur-Nya kosong karena Ia masih terus hidup.[4]
Teori Pura-pura Mati: Yesus tidak sungguh dihukum mati, tetapi hanya
pura-pura mati, dengan bantuan gubernur Roma dan segelintir orang lain, dan
lari ke Mesir.[5]
Jadi, menurut teori pingsan adalah Yesus tidak mati,
alasannya:
l
Diberi obat, supaya terlihat mati, tetapi tidak
mati (karena prosesnya terlalu cepat)
l
Bersengkongkol dengan Pilatus
dan orang-orang lainya
l
Rempah-rempah memulihkan Yesus dikubur
l
Sadar dari pingsan Yesus dibawa atau kabur
keluar negeri.
Argumentasi
Untuk mengargumentasi teori ini, maka terlebih dahulu dibutuhkan
informasi, yaitu mengenai proses penyiksaan sampai kematian Yesus dan
penguburan. Apakah benar proses tersebut cepat, seperti yang dikatakan teori
pingsan?
Proses Dari Penangkapan Sampai Penguburan
Saya akan melihatnya dari
Injil-injil di Alkitab, karena informasi mengenai proses ini adalah berasal
dari Alkitab, dan mereka yang memegang teori pingsan juga mendapatkan informasi
mengenai proses yang cepat dari Alkitab (Injil-injil). Namun, saya akan
memulainya dari pristiwa penguburan dan mundur sampai perjamuan malam. Langkah
tersebut saya ambil karena peristiwa penguburan dijelaskan di Alkitab, yaitu
sebelum Sabat, atau pada hari persiapan Sabat, berarti hari Jumar sore. Jadi,
dari Jumat sore saya akan tarik mundur ke peristiwa perjamuan malam, sehingga
dapat ditemukan berapa hari atau berapa lama peristiwa Yesus ditangkap sampai
Dia dikuburkan..
Yesus dikubur sebelum hari sabat/ pada hari persiapan sabat (Mark.
15:42-46, Luk. 23:53-54, Yoh. 19:31). Alasannya, tidak boleh ada mayat-mayat
tinggal tergantung pada hari Sabat, Yoh 19:31 dan menurut Hukum Taurat: tidak
boleh membiarkan mayat orang hukuman yang digantung dibiarkan sampai besok,
tetapi harus dikuburkan hari itu juga (Ul. 21:22-23) . Hari sabat: hari Sabtu.
Berarti Hari Persiapan Sabat Adalah hari Jumat. (Waktu penguburan: Mark. 15:42.
NIV: so as evening approached. Yunani: Opsias: Sore: Jumat sore)
Sebelum Yesus dikuburkan (hari jumat sore), Yesus telah mati pada jam 3
sore hari Jumat (Mat. 27:46-50, Mark.15:34-37, Luk 23:44-45. Dan Yesus di Salib
jam 9 pagi hari Jumat (Mark 15:25)
Sebelum Yesus disalib (jam 9 pagi hari Jumat), Yesus dibawa ke Pilatus untuk diadili pagi-pagi benar (Mark 15:1,
Mat.27:1: “Ketika hari mulai siang” NIV: Early in the morning” Yunani: “Prōias
de genomenēs”: “ada pun ketika tiba pagi
hari”). Yohanes menuliskannya jam 12 terjadi proses pengadilan untuk memutuskan
Yesus disalib (Yoh 19:13-16). Ket: Jam 12 dalam Alkitab B. Yunani: ektē: Ke
enam, jam ke enam. Jam ke enam menurut orang Romawi adalah jam 6 pagi. Yohanes
menuliskannya ini untuk orang-orang pada tahun 90 an M, jadi ia memakai
pengertian jam Romawi.
Sebelum Yesus dibawa ke Pilatus
(kira-kira jam 6 pagi hari Jumat), Yesus Dibawa ke Makamah Agama dinihari hari
Jumat (Luk 22:66: “Dan setelah hari siang berkumpullah
sidang para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,
lalu mereka menghadapkan Dia ke Makamah Agama”). Kata “setelah hari siang”:
NIV: At daybreak: ketika dinihari. Menurut Mark A. Marinella: mungkin jam 1
pagi.[6] Peristiwa
tersebut diperkuat dengan peristiwa Petrus menyangkal sebelum ayam berkokok
(Mat. 26:74-75, Mark. 14:71-72; Luk. 22:60-62). Berarti, Yesus dibawa ke
Makamah Agama adalah dini hari (sebelum ayam berkokok/ sebelum matahari terbit).
Jadi, kira-kira jam 1 pagi hari Jumat.
Sebelum Yesus dibawa ke Makamah Agama (kira-kira jam 1 pagi hari Jumat),
Yesus ditangkap tengah malam hari Kamis dan dibawa ke Makamah Agama atau rumah
Kefas. Pernyataan ini diambil karena peristiwa penangkapan adalah peristiwa
sesudah Yesus dan para murid-Nya makan perjamuan malam, sedangkan perjamuan
malam diadakan pada malam hari (Mark 14:17-25, Mat 26:20-29). Setelah makan
perjamuan malam mereka ke bukit Zaitun menuju taman Getsemani (Mark 14:26, 32,
Mat 26: 30, 36). Pernyataan tersebut diperkuat dengan laporan Matius, yaitu sewaktu
mereka menuju bukit Zaitun Yesus berkata kepada para murid: “Malam ini kamu…”
(Mat 26:31). Jadi, jelas bahwa Yesus setelah makan Perjamuan terakhir (hari
Kamis malam), Yesus dan murid-murid pada malam itu juga pergi ke taman
Getsemani, dan pada tengah malam (kira-kira jam 11-12 malam hari kamis) Yesus
ditangkap dan dibawa ke tempat Kefas.
Jadi, dapat disimpulkan yaitu peristiwa dari penangkapan Yesus sampai
dikubur adalah dari malam hari kamis sampai Jumat sore atau menjelang malam
hari Jumat.
Jadi, proses dari penangkapan dan sampai penguburan adalah peristiwa yang
cepat. Yesus disalibkan sampai diturunkan untuk dikuburkan hanya memakai waktu
kurang lebih 8 jam (jam 9 pagi disalib, jam 3 sore mati, ± jam 5 sore
diturunkan dari salib dan dikuburkan [ada pendapat bahwa hari baru dalam
perhitungan orang Yahudi adalah dimulai jam 6 sore, sedangkan Yesus dikubur
sebelum hari Sabat, jadi, kemungkinan sebelum jam 6 sore hari Jumat Yesus
dikubur]). Tetapi pertanyaannya adalah apakah penyebabnya sehingga proses
tersebut cepat sekali dan apakah proses tersebut tidak dapat membuat Yesus mati,
seperti yang dikatakan teori pingsan yaitu proses cepat tersebut tidak mungkin
membuat Yesus mati?
Penyebab Proses Yang Begitu Cepat.
Seluruh Injil menuliskan bahwa para imam kepala dan ahli Turatlah yang
merancangkan kematian Yesus (Yoh 11:49-50, 53, Mat. 26:3-5; Mark. 14:1-2; Luk.
22:2). Namun timbul pertanyaan, mengapa mereka merancangan pembunuhan Yesus?
Hal ini dapat dilihat dari respon mereka sewaktu mereka melihat Yesus
membangkitkan Lazarus. Para imam-imam kepala ketakutan atau mengkawatirkan jika
nanti banyak orang yang mengikuti Yesus, dan mengangkat-Nya sebagai raja, maka orang Romawi akan melihat bahwa itu
adalah pemberontakan dan akan menyebabkan orang Romawi merampas bait Suci dan
bangsa Israel (Yoh 11:47-48)[7]. Kayafas , Imam Besar saat itu menasehati
bahwa lebih berguna satu orang mati untuk satu bangsa dari pada seluruh bangsa
binasa (Yoh 11:49-50). Nasehat dari Kayafas membuat mereka saat itu merancangkan
pembunuhan atas Yesus (Yoh 11:49-50, 53, Mat. 26:3-5; Mark. 14:1-2; Luk. 22:2
).
Kekawatiran para imam ini beralasan, karena sebelum Yesus ada
gerakan-gerakan perlawanan dari orang-orang Yahudi terhadap Roma, diantaranya
pada tahun 19 SM Kaisar Tiberius pernah melakukan penyaliban massal orang-orang
Yahudi selama perang Yahudi, tahun 4 SM Romawi menyalibkan para pemberontak
sebanyak kira-kira 2.000 orang Yahudi yang dipimpin oleh Teudas. Dan dalam
zaman Yesus pun ada pemberontakan seperti Yudas orang Galilea tahun 6-7 M,
kemungkinan Yudas orang Galilea tersebut adalah orang-orang Zelot yang
menghendaki pemerintahan teokrasi diterapkan kembali di Israel.
Kekawatiran para imam ini juga memang memiliki bukti mengenai pengaruh
Yesus atau popularitas-Nya di orang-orang Israel pada saat sebelum Paskah
saat itu. Di antaranya, mereka memaksa Yesus untuk menjadi raja mereka (Yoh
6:15).[8]
Orang Israel
saat itu mengharapkan adanya Mesias yang akan membebaskan mereka dari penjajah.[9]
Karena itu saat mereka melihat Yesus, maka mereka menganggap Yesus inilah
Mesias tersebut, dan mereka berusaha memaksa Yesus menjadi raja mereka. Mereka juga
sudah menyambut-Nya seperti seorang raja yang baru dilantik dan memasuki kota untuk naik tahta. [10].
“ Keesokan harinya ketika orang banyak yang datang merayakan pesta mendengar,
bahwa Yesus sedang di tengah jalan menuju Yerusalem, mereka mengambil daun-daun
palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru-seru: ‘Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!’
Yesus menemukan seekor keledai muda lalu Ia naik ke atasnya…”(Yoh 12:12-14).
Craig A. Evans berpendapat:
“…Yesus membangkitkan
perlawanan ialah cara-Nya memasuki Yerusalem di permulaan minggu terakhir
pelayanan-Nya. Ia memasuki kota
suci itu dengan menunggang keledai, di tengah teriakan “Hosana! Diberkatilah
kedatangan kerajaan nenek moyang kami Daud (Mark 11:1-10; di sini Ay 9-10
terjemahan yang disesuaikan). Ia memasuki kota
itu dengan cara sengaja meniru Salomo, putra Daud, yang seribu tahun sebelumnya
menunggang bagal kerajaan sebagai bagian dari deklarasinya menjadi raja (1 Raj.
1:32-40). Tindakan memasuki Yerusalem seperti itu juga adalah jawaban atas
nubuatan kuno tentang raja yang rendah hati dan dinantikan (Za. 9:9). Tindakan
Yesus tidak saja mengingatkan tentang pengharapan kedatangan anak Daud; respon
orang banyak pun mencerminkan penafsiran populer yang sama. Teriakan Hosana
mereka mengacu pada Mazmur 118, merupakan pernyataan bahwa Ia yang datang ke
Bait Allah ‘dalam nama Tuhan’ tidak lain adalah Daud, yang telah ditetapkan
untuk menjadi raja dan pemimpin Israel
(lih. Mzm. 118:19-27, menurut paraphrase dalam salinan bahasa Aram).
Peristiwa ini tidak salah lagi menimbulkan anggapan bahwa raja Israel
itu adalah Yesus, bukan Kaesar. Maka, sejak Ia memasuki Yerusalem, Ia
telah ditempatkan pada jalur yang bertabrakan dengan penguasa Romawi. ” [11]
Kekawatiran para imam ini mungkin akan menjadi kenyataan jikalau Yesus
tidak segera dibunuh. Orang-orang Israel yang sudah menyebut-Nya raja mereka
dan sudah menyambut-Nya seperti seorang raja yang baru dilantik menjadi raja,
kemungkinan besar mereka akan menganggap-Nya sebagai raja mereka, maka orang
Romawi akan segera melihat peristiwa ini dan akan menilai bahwa peristiwa
tersebut adalah gerakan pemberontakan dari orang-orang Israel (Sejarah
mencatat, bahwa akhirnya tahun 70 M, bait Suci dan Tembok Yerusalem dihancurkan
oleh Jendral Titus (orang Romawi), itu dikarenakan pemberontakan orang-orang
Yahudi). Para imam juga akan disibukkan pada hari Paskah (penyembelihan domba
paskah) dan setelah hari Paskah (tujuh hari Roti Tidak Beragi) dan akan terus
disibukkan selama tujuh hari (Bil 28:16-25) dan mungkin sampai hari Pentakosta,[12]
jadi, seandainya mereka mengulur waktu, maka mereka tidak punya waktu lagi untuk
mengadili Yesus setelah Paskah, hal ini akan menyebabkan Yesus akan semakin
terkenal, karena lima hari sebelum Paskah Yesus sudah sangat dielu-elukan
layaknya raja yang baru dilantik (Yoh 12:1, 12-14), apa lagi jika mereka
mengulur-ulur waktu yang panjang. Akibatnya orang-orang Israel atau Yahudi akan benar-benar
mengangkat-Nya sebagai raja mereka, dan Romawi akan menghancurkan
pemberontakkan tersebut sekaligus Bait Suci dan Yerusalem (seperti peperangan
Yahudi tahun 66-70 M).
Yohanes menuliskan bahwa Yesus disalib sewaktu hari Paskah: “Maka mereka
membawa Yesus dari Kayafas ke gedung pengadilan. Ketika itu hari masih pagi.
Mereka sendiri tidak masuk ke gedung pengadilan itu, supaya jangan menajiskan
diri, sebab mereka hendak makan Paskah” (Yoh 18:28). “Tetapi pada kamu ada
kebiasaan, bahwa pada Paskah aku membebaskan seorang bagimu. Maukah kau, supaya
aku bebaskan raja orang Yahudi bagimu?(Yoh 18:39)...Lalu Pilatus mengambil
Yesus dan menyuruh orang-orang menyesah Dia (Yoh 19:1)…Akhirnya Pilatus
menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan. Mereka menerima Yesus (Yoh
19:16)”[13]
Jadi, para imam kepala dan imam besar merencanakan Yesus harus mati
sebelum makan Paskah (hari Paskah) atau sebelum acara penyembelihan domba
Paskah[14] (Mat
26:3-5; Mark 14:1-2), karena Yesus sudah ada pada puncak popularitas-Nya
sebelum hari Paskah, dan sesudah korban
Paskah para imam-imam kepala dan imam besar akan tidak mempunyai waktu untuk
mengadili Yesus, maka mereka memutuskan Yesus harus mati sebelum hari korban
Paskah. Inilah penyebab kenapa proses penangkapan Yesus sampai kematian dan
penguburan-Nya begitu cepat.
Namun, para imam tidak punya kuasa untuk menjatuhkan hukuman mati. Yang
berkuasa adalah pemerintahan Roma,[15]
karena itulah mereka membawanya ke Pilatus.
Setelah Pilatus mengetahui siapa Yesus di mata orang Yahudi (Mark 15:2; Mat 27:11; Luk 23:3; Yoh
18:33), maka ia memandang Yesus seperti pemberontak-pemberontak yang lainnya.
Kekawatiran ini akhirnya bukan hanya milik para imam kepala dan imam
besar tetapi juga Pilatus sebagai gubenur, karena jika benar-benar Yesus
diangkat oleh orang Yahudi menjadi raja Israel, maka akan terjadi pemberontakan
besar akibatnya Pilatus harus bertanggung jawab kepada Kaisar. Craig A. Evans
berpendapat:
“Yesus dari Nazaret tidak
mati karena Ia bertengkar dengan orang Farisi atas masalah penafsiran yang sah.
Ia tidak mati karena mengajar tentang kasih, kemurahan, dan pengampunan. Yesus
tidak mati karena berhubungan dengan “orang-orang berdosa”. Ia tidak mati
karena Ia orang baik. Namun, Yesus mati karena mengancam kemapanan politis
dengan prospek perubahan yang tidak diingini. Orang-orang sezaman-Nya melihat
kemungkinan terjadinya kerusuhan besar atau bahkan mungkin pemberontakan besar.
Para pemimpin Yahudi (yang terutama adalah
imam besar dan imam-imam kepala) bertanggung jawab kepada gubenur Romawi untuk
menjaga hukum dan ketertiban, dan gubernur pada gilirannya bertanggung jawab
kepada Romawi. Yesus dipandang sebagai pembuat kekacauan oleh kedua kelompok
penguasa ini, sebab itu Ia harus disingkirkan.”[16]
Pilatus juga memikirkan keamanaan dari wilayah di mana
dia menjadi gubernur. Jika ia memutuskan hukuman mati pada Yesus, maka
kemungkinan akan ada kerusuhan dari banyak orang Yahudi, karena dia mengetahui
kepopuleran Yesus di mata orang Yahudi, karena itu ia bertanya pada Yesus:
“Engkaukah raja orang Yahudi?” (Mark 15:2; Mat 27:11; Luk 23:3; Yoh 18:33),
tetapi jika dia tidak memutuskan hukuman mati, maka ia akan berbenturan dengan
keinginan para imam. Pilatus dengan keahlian politiknya ia melakukan pengambilan
suara dengan menanyai banyak orang mengenai nasip Yesus, tujuannya supaya
mereka melihat bahwa hukuman mati bukanlah keinginan Pilatus tetapi adalah
keinginan para imam dan kebanyakan orang, sehingga hal ini tidak akan
menyebabkan pemberontakan pengikut Yesus terhadap Roma, karena para imam dan
kebanyakan orang yang menghendakinya supaya Yesus dihukum mati dengan cara
disalibkan. Hal ini dapat dilihat dari pembicaraan antara Pilatus
dengan orang-orang Yahudi mengenai keputusan tersebut. “Kata Pilatus kepada
mereka: ‘Jika begitu, apakah yang harus kuperbuat dengan Yesus, yang disebut
Kristus?’Mereka semua berseru: ‘Ia harus disalibkan!’ Katanya: ‘Tetapi
kejahatan apakah yang telah dilakukan-Nya?’ Namun mereka makin keras berteriak:
‘Ia harus disalibkan!’ Ketika Pilatus melihat bahwa segala usahanya akan
sia-sia, malah sudah timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya
di hadapan orang banyak dan berkata: ‘Aku tidak bersalah terhadap darah orang
ini; itu urusan kamu sendiri!’. Dan seluruh rakyat menjawab: ‘Biarlah darah-Nya
ditanggung atas kami dan atas anak-anak kami.’”(Mat 27:24-25; bandingkan Mark
15:1-15; Luk 23:1-5, 13-25; Yoh 18:33-19:16).[17]
Namun supaya tindakannya disahkan, yaitu memutuskan Yesus untuk
diserahkan kepada mereka untuk disalibkan maka Pilatus berdasarkan informasi
yang Pilatus dapatkan mengenai Yesus maka Pilatus
memasang tulisan di atas kayu salib Yesus “Yesus, orang Nazaret, Raja orang
Yahudi” dalam tiga bahasa, yaitu Latin, Yunani dan Ibrani (Yoh. 19:19-22).
Tujuannya supaya ada penjelasan kenapa Yesus disalib, yaitu karena Ia mengaku
bahwa Ia adalah raja orang Yahudi (Mark 15:26). Hal ini merupakan kejahatan
pemberontakan, karena hanya Kaesar sebagai raja. Darrell L. Bock dan Daniel B. Wallace
menuliskan dalam buku mereka yang berjudul “Dethroning Jesus”:
“Dakwaan yang tertulis di
salib disebut titilus dalam bahasa
Latin. Pemerintah Romawi kadang-kadang menuliskan dakwaan terhadap orang yang
dihukum mati disalib agar orang-orang yang melihat mengetahui alasan penyaliban.
Dalam kasus Yesus, tuduhan terhadap-Nya adalah bahwa Ia mengklaim diri sebagai
‘raja orang Yahudi’ (Mark. 15:26). Fakta ini penting, karena menunjukkan bahwa
karya dan pribadi Yesus diasosiasikan dengan status raja, sehingga Ia – bukan
hanya ajaran-Nya – yang jadi perkara di sini. Klaim pribadi-Nya – bukan hanya
ajaran-Nya – menyebabkan Roma menjatuhkan hukuman mati. Tanpa otoritas dari
Kaisar, klaim Yesus sebagai raja dianggap sebagai pembangkang melawan
pemerintahan. Itulah yang dikatakan dalam titulus.”[18]
Jadi, untuk mencari aman maka Pilatus tidak mungkin bersengkongkol
dengan Yesus, tetapi lebih untung jika dia berpihak kepada para imam untuk
mengamankan posisinya sebagai gubernur. Menurut Marvin Pate: “…Peristiwa
terakhir yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja olehnya telah terjadi ketika
orang-orang Yahudi memintanya untuk menyalibkan Yesus. Seandainya Pilatus
menolak permintaan mereka, Kaesar Tiberius pasti akan mencopot jabatanya
sebagai gubernur, terutama sekali jika Pilatus
menoleransi keberadan seorang raja pesaing kaisar (Lihat Yohanes 19:12-15).”[19]
Pertanyaannya
selanjutnya, apakah proses yang cepat tersebut tidak dapat mematikan Yesus?
Proses Cepat Tersebut Dapat Mematikan
Yesus.
Injil mencatat bahwa penyiksaan yang Yesus alami dimulai saat dihadapkan
di pengadilan Makamah Agama (di rumah Kayafas). Proses pengadilan sepanjang
malam, diludahi, ditinju dan dipukul: B. Yunani: dipukul dengan pentungan. Atau
cambuk kulit (Mark A. Marinella, Yesus yang Disalib, 39). Menurut Mark A.
Marinella, M.D, F.A.C.P. peristiwa di pengadilan Makamah Agama: “Tidak
diragukan, para penjaga sangat kuat dan mampu memberikan pukulan yang sangat
keras dengan tinju mereka. Kemungkinan besar hal ini menimbulkan trauma wajah,
seperti luka koyak, lecet, mata lebam, atau bahkan gigi goyang, gegar otak
ringan bisa saja terjadi. Bahkan muka Yesus mungkin bengkak dan nyeri”[20] Setelah
dibawa ke rumah Kayafas, paginya Yesus dibawa ke Pilatus,
dan akhirnya diputuskan untuk dihukum mati dengan disalibkan, namun sebelumnya
Yesus disesah (Mat 27:26, Mark 15:15, Yoh 19:1). Sesahan yang Yesus terima
adalah dicambuk (Pencambukan adalah prosedur standar sebelum penyaliban pada masa Romawi)[21]. Cambuk
dibuat dengan cemeti terdiri dari beberapa helai kulit, yang kepadanya
diikatkan benda-benda tajam dan kasar seperti paku atau potongan logam, pecahan
beling, atau karang atau tulang binatang yang bergerigi[22]
Pencambukan akan menyebabkan kulit dan daging terkoyak. Tulisan Yosefus
melaporkan bahwa ada orang yang dicambuk semasa Romawi sampai dagingnya terkelupas
dan tulangnya kelihatan (Josephus, J.W. 6.304). Menurut Alexander
Metherell, M. D, PH.D sewaktu diwawancarai Lee Strobel:
“Pencambukan Roma dikenal
sangat brutal…punggung yang dipukul itu akan menjadi begitu tercabik-cabik
sehingga sebagian dari tulang belakang kadangkala terlihat akibat irisan yang
dalam, sangat dalam. Pencemetian itu akan ditimpakan ke segala arah dari bahu
turun ke punggung, pantat, dan ke bagian belakang kaki. Itu sangat
mengerikan…Seorang dokter yang telah mempelajari pemukulan Roma mengatakan,
‘selagi pencambukan berlanjut, luka koyakan akan tercabik sampai ke otot-otot
kerangka di bawahnya dan mengahasilkan goresan-goresan berdarah yang gemetar’.
Seorang sejarawan abad ke 3 bernama Eusebius mendeskripsikan pencambukan dengan
mengatakan, ‘pembuluh-pembuluh si penderita terbuka telanjang dan otot2, urat2,
dan isi perut si korban dapat terlihat’ setidaknya si korban akan mengalami
kesakitan hebat dan keguncangan hipovolemik…Hipo artinya rendah, vol
: volume, dan emik berarti darah, jadi keguncangan hipovolemik berarti
orang yang menderita efek-efek kehilangan jumlah darah yang besar.”[23]
Pencambukan mungkin lebih dari 39 kali, karena Yesus tidak dicambuk oleh
orang Yahudi (orang Yahudi membatasi pencambukan 40 kurang 1), tetapi oleh
orang Roma. Hukum Romawi tidak punya batasan, jadi, mungkin Yesus menerima
cambukan lebih dari yang diizinkan hukum Yahudi.[24]
Memahkotai-Nya dengan mahkota duri (Mark. 15:17, Mat. 27:29, Yoh 19:2). Mahkota
duri dibuat dari tanaman duri yang berasal dari Palestina yang disebut Paliurus
aculeatus. Duri dari Paliurus aculeatus tersebut sepanjang 2 – 5 cm.
Mahkota duri tersebut dibuat seperti topi yang menutupi seluruh kulit kepala
dan dahi Yesus.[25] Setelah
dipasangkan mahkota, kepala Yesus yang telah dipasangkan mahkota duri dipukul
dengan buluh (Mark 15:19, Mat. 27:30). Buluh yang dimaksud di sini adalah
tongkat (bnd Mark 15:36).
Perlakuan para prajurit yang mengenakan mahkota duri dan mengenakan-Nya
pakaian ungu dan memberi hormat kepada-Nya dan berkata: “Salam, hai Raja orang
Yahudi!” Mereka memukul kepala-Nya dengan buluh, dan meludahi-Nya dan berlutut
menyembah-Nya. (Mark 15:17-19) merupakan kebiasaan orang Romawi dalam melakukan
proses penyesahan. Philo menuliskan suatu peristiwa yang hampir mirip dengan
keadaaan yang Yesus alami.
“Menyeret orang malang
itu ke dalam gymnasium dan menempatkan di sebuah tempat tinggi untuk dilihat
semua orang dan menaruh ke atas kepalanya secarik papirus yang dibentangkan
lebar sebagai sebuah mahkota, membungkus bandanya dengan sebuah pemadani
sebagai jubah kebesaran, sementara seseorang yang melihat sebatang papirus
dilempar di jalan memberikan kepadanya untuk menjadi lambang kerajaan dan
dipermainkan seperti raja, orang-orang muda yang membawa tongkat atas bahu
mereka bagaikan para pemberontak berdiri di sisi-sisinya solah mereka adalah
pengawal. Lalu orang lain mendatangi dia berpura-pura menghormati, yang lain
menuntut keadilan, lainnya lagi mencari nasehat tentang masalah Negara.
Kemudian dari kumpulan orang banyak terdengar teriakan kuat menyeru kepadanya “Mari”
[Bahasa Aram],
yang merupakan sebutan “tuan” di antara orang Syria.” (In Flaccum 36-39)
Peristiwa tersebut juga pernah terjadi pada tahun 69 M, yaitu raja
Vitellius yang digulingkan dari kekuasaan di tangan serdadu Romawi. Para prajurit Romawi menghinanya dengan cara membuat
mantan raja ini mengunjungi berbagai tempat di mana ia pernah menerima
penghormatan (bnd. Dio Caaius 64.20-21). Penghormatan dibalik menjadi
penistaan.[26]
Setelah penyesahan, Yesus berjalan ke Golgota dengan mengangkat kayu
salib yang horizontal, atau disebut Patibulum
(Patibulum: palang salib. Berat 34-57 Kg. bnd. Plautus, Carbonaria 2; Miles gloriosus 2.4.6-7 § 359-360; Plutarch, Mor. 554A-B).[27]
Yesus berjalan kurang lebih 1 km ke Golgota..[28]
Namun keadaan Yesus yang mengalami hipovolemik membuat Yesus lemah, sehingga
tidak mampu mengangkat kayu salib, sehingga dibantu Simon dari Kirene (Mark
15:21, Mat 27:32, Luk 23:26).
Sesampainya Yesus di Golgota, maka proses penyaliban dilaksanakan. Yesus dipakukan
di kayu salib. Peninggalan arkeologi tentang orang disalibkan, ditemukan di
dekat Yerusalem, menunjukkan bahwa pakunya berbentuk persegi dan runcing, ukurannya
kurang lebih 12-17 cm.[29] Paku
tersebut dipakukan dipergelangan tangan (pergelangan tangan dan tangan
dipandang sebagai satu unit dalam bahasa Yunani: cheir) Yohanes 20:27: “taruhlah jarimu di sini dan
lihatlah tangan-Ku”. Kaki-Nya dipaku di kayu salib. Kedua telapak kaki
Yesus ditumpukkan dan telapak kaki disejajarkan dengan kayu salib, setelah itu
dipakukan dengan paku yang lebih panjang di tulang pergelangan kaki (tumit). Plautus
pada abad ke dua menuliskan bahwa orang yang disalib kadangkala tangan dan
kakinya dipaku ganda (Mostellaria 329-361).
Ada juga bukti
arkeologi yang memperkuat mengenai pemakuan kaki di kayu salib. Pada tahun 1968
para arkeolog di Yerusalem menemukan sisa-sisa kurang lebih tiga lusin orang
Yahudi yang mati selama pemberontakan melawan Roma sekitar tahun 70 M. Seorang
korban, yang rupanya bernama Yohana, telah disalibkan. Dan cukup pasti, mereka
menemukan sebuah paku sepanjang 7 inci masih tertancap di kakinya.[30]
Penyaliban ini merupakan hukuman mati yang menyebabkan terhukum sangat
tersiksa selama di atas kayu salib, si terhukum akan mengalami kematian dengan
cara berlahan-lahan. Menurut Alexander Metherell, M. D, PH.D:
“Penyaliban pada intinya
adalah suatu kematian perlahan yang diakibatkan oleh asfiksiasi (sesak nafas
karena kekurangan oksigen dalam darah). Alasanya adalah bahwa
tekanan-tekanan pada otot-otot dan
diafragma membuat dada berada pada posisi menarik nafas, pada dasarnya, agar
dapat menghembuskan nafas, individu itu harus mendorong kedua kakinya agar
tekanan pada otot-otot dapat dihilangkan untuk sesaat. Ketika melakukan itu,
paku akan merobek kaki, lalu akhirnya mengunci posisi terhadap tulang-tulang
tumit kaki. Setelah dapat menarik nafas, orang itu kemudian akan dapat relaks
dan menarik nafas lagi. Sekali lagi ia harus mendorong tubuhnya naik untuk
menghembuskan nafas, menggesekkan punggungnya yang berdarah ke kayu salib yang
kasar. Ini akan berlangsung terus dan terus sampai kepayahan dan akhirnya tidak
mampu lagi untuk mengangkat diri untuk bernafas.Ketika nafas orang itu semakin
perlahan, ia mengalami apa yang disebut asidosis pernafasan (karbon dioksida
dalam darah menjadi asam karbonik, menyebabkan keasamaan darah meningkat). Ini
akhirnya mengakibatkan jantung berdetak tak menentu dan akhirnya berhenti.
Yesus berada seperti itu saat-saat menjelang kematian-Nya, karena itu setelah
Ia berkata “Ya, Bapa, kedalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku”[31]
Di atas kayu salib selain disalib, Yesus pun lambung-Nya ditusuk dengan
tombak Injil Yohanes menuliskan bahwa untuk memastikan kematian Yesus seorang
prajurit penjaga menikam lambung Yesus dengan tombak (Yoh 19:34). Menurut
Paulus (ahli dari Jerman): “tusukan tombak pada lambung Yesus hanyalah luka
ringan”.[32]
Mungkinkah tombakan dari serdadu tersebut hanya menyebabkan Yesus mengalami
luka ringan?
Serdadu Roma sudah terbiasa mengeksekusi atau dapat dikatakan sudah
profesional, sehingga mereka tidak akan salah memprediksi korban. “tetapi
ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak
mematahkan kaki-Nya” (Yoh 19:33). Jadi, serdadu tersebut tidak salah sewaktu ia
memprediksi Yesus sudah mati. Namun untuk memastikan Yesus benar-benar mati serdadu
tersebut menombak lambung Yesus, maka keluarlah darah dan air (Yoh. 19:34).
Alexander Metherell, M. D, PH.D menjelaskan penusukan tersebut secara medis,
mengapa tusukan tersebut menyebabkan keluar darah dan air:
“Tombak itu rupanya
menembus paru-paru kanan dan ke jantung, jadi ketika tombak itu ditarik keluar,
sejumlah cairan (pericardial effusion dan pleural effusian) keluar. Ini akan
terlihat sebagai cairan jernih, seperti air, diikuti dengan banyak darah,
seperti dideskripsikan saksi mata Yohanes dalam Injilnya…namun Yohanes
menuliskan darah terlebih dahulu, karena terdapat lebih banyak darah dari pada
air, akan masuk akal bagi Yohanes untuk menyebutkan darah terlebih dahulu”[33]
Selama penyaliban para serdadu Romawi ditugaskan untuk menjaga mereka
yang terhukum sampai mati[34] Menurut
C. Marvin Pate: “Para prajurit Roma tidak akan
meninggalkan si korban sampai mereka yakin bahwa dia telah mati.”[35]
Jadi, jelas tidak akan mungkin perkiraan pasukan Romawi yang menjaga
salib salah memprediksi tentang kematian Yesus di salib, dan juga tidak akan
mungkin Yesus tidak benar-benar mati di salib dengan proses penyiksaan yang Dia
alami dari pengadilan Makamah Agama sampai di atas salib, di mana esekusi
hukuman mati (hukuman salib) tersebut dijalankan oleh pasukan Romawi yang sudah
profesional. Yosephus juga menuliskan menganai penyaliban yang dilakukan orang
Romawi: “Mereka pertama dicambuk kemudian disiksa dengan segala macam siksaan
sebelum mereka mati, dan disalibkan di depan tembok kota…para prajurit, karena
marah dan benci terhadap orang Yahudi, menyalibkan orang-orang yang mereka
tangkap di kayu salib dengan posisi berbeda-beda, sebagai bahan lelucon.”
(Josephus, Jewis Wars, 5. 11.1).
Pertanyaan selanjutnya, apakah Yusuf dari Arimatea bersengkongkol dengan
Yesus untuk memberikan anggur asam yang diberikan kepada Yesus yang adalah obat
untuk membuat Yesus hanya tertidur sehingga terlihat seperti mati dan apakah
Yusuf dari Arimatea juga menguburkan
Yesus karena persengkokolan dengan Yesus seperti yang dikatakan Hugh Schonfield?
Persengkongkolan Yesus Dengan Yusuf Dari
Arimatea
Jika menurut Hugh itu benar, maka Yesus tetap mati, karena Yesus ditusuk
dengan tombak. Tombak tersebut menusuk sampai jantung Yesus. Tetapi menurut
penjelasan Craig A Evans mengenai anggur asam yang diberikan kepada Yesus,
yaitu anggur asam tersebut memiliki kegunaan untuk membuat korban dapat
bertahan dalam kesadaran lebih lama, tujuan diberikan anggur asam tersebut adalah
supaya mereka melihat apakah benar Elia sungguh datang menolong-Nya. Jadi, hal
ini merupakan serangkaian ejekan dari mereka orang-orang Yahudi, yang sudah
dimulai sejak persidangan di hadapan para imam kepala (Mark 14:65). Ia telah
ditantang untuk turun dari salib (Mark 15:32), dan akhirnya para pengejek
tersebut berharap untuk melihat “apakah Elia akan datang” sebagai jawaban untuk
teriakan Yesus.[36] Jadi,
anggur asam diberikan kepada Yesus bukan untuk membuat Yesus seolah-olah mati.
Sedangkan penguburan yang dilakukan Yusuf dari Arimatea salah satu dari
anggota Makamah Agama (Mark 15:43) kemungkinan besar adalah orang yang
mendapatkan tugas dari Makamah Agama untuk menguburkan Yesus. Alasanya adalah karena
menurut hukum Taurat mayat yang digantung tidak boleh dibiarkan tergantung
sampai malam hari (Ul. 21:22-23). Kebisaan untuk menguburkan mayat yang mati
bagi orang Yahudi juga dituliskan oleh Philo
“Sungguh, jika engakau
harus mati oleh kekerasan atau melalui perencanaan, hal itu masih lebih ringan
bagiku, dibunuh oleh sesama manusia, yang masih memiliki belas kasihan kepada
korbanya yang mati, yang kemudian mengumpulkan tanah untuk menutupi mayat. Dan
andaikan mereka manusia amat kejam, tidak ada hal lebih jahat dapat mereka
lakukan selain meninggalkanmu tak terkubur dan pergi begitu saja, lalu
barangkali lewat orang yang mau menghentikan langkah, dan sambil melihat,
merasa kasihan kepada sesama manusia dan melakukan kebiasaan penguburan
sebagaimana layaknya (De Iosepho 25)”[37]
Berdasarkan tulisan Craig mengenai penguburan sesuai dengan kebiasaan
orang Yahudi, maka penguburan mayat bagi rabi adalah suatu tugas suci (b. Megillah. 3b) dan imam besar atau seorang nazir memiliki
kewajiban untuk menguburkan “mayat yang terbengkalai” sebab tidak ada orang
lain yang melakukannya (bnd. Sipre Num. §26).[38] Temple Scroll (QT) salah satu dari Gulungan
Laut Mati (Dead See Scroll) juga terdapat hukum mengenai keharusan penguburan
bagi korban hukuman mati yang digantung dan mengharuskan juga untuk tidak
membiarkan mayat tersebut tergantung sampai besok pagi, tetapi harus dikuburkan
pada hari itu juga (11 QT 64:7-13a = 4Q524 frag. 14, baris 2-4.).[39]
Jadi, maksud Yusuf dari Arimatea menguburkan Yesus bukan karena kerjasama
dengan Yesus, tetapi mendapatkan tugas dari Makamah Agama sebagai kewajiban
Makamah Agama untuk menguburkan mereka yang dihukum mati[40]
(di Lukas 23:50-51 Yusuf dari Arimatea tidak dijelaskan bahwa ia menguburkan
Yesus karena tidak setuju dengan putusan Makamah Agama, tetapi hanya dijelaskan
bahwa Yusuf dari Arimatea adalah salah satu anggota Makamah Agama yang tidak
setuju atas keputusan Makamah Agama). Apa lagi ada keterangan bahwa besoknya
akan ada sabat sehingga tidak boleh ada mayat yang tergantung di salib (Yoh.
19:31).
Berdasarkan serangkain penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Yesus
benar-benar mati di atas kayu salib, walaupun dengan proses yang cepat. Tetapi
ada pertanyaan lagi, bagaimana dengan rempah-rempah tersebut, apakah tujuannya
untuk menyadarkan Yesus seperti pendapat Paulus (ahli dari Jerman) tersebut?
Tujuan Rempah-rempah Ditaruhkan Pada Tubuh
Yesus.
Informasi mengenai Yesus diberikan
rempah-rempah saat dikubur hanya didapat di Injil Yohanes 19:39-40: “…Ia membawa campuran minyak mur dengan
minyak gahara, kira-kira 50 kati beratnya…dan membubuhinya dengan rempah-rempah
menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat”
Keterangan:
-
Kata “50 kati” dalam Alkitab bahasa Yunani: litras
(litra) ekaton (seratus): seratus litra
-
1 litra : 327,45 grm
-
100 Litra : 327, 45 gram x 100 = 32745 gram = 32,745 kg
-
NIV: 75 pons
-
BIS: 30 kg
-
Mur: Damar yang harum
(kamus Alkitab)
-
Gaharu: Rempah-rempah yang harum baunya, dipakai untuk
penguburan (Kamus Alkitab)
-
Kalimat “dengan rempah-rempah” dalam Alkitab B. Yunani:
“Meta (dengan) tōn (itu) arōmatōn (minyak
wangi yang kental)”= dengan minyak wangi yang kental itu. Jadi, minyak wangi
yang kental ini yang ditulis di ayat 40 (dan membubuhi dengan rempah-rempah)
berasal dari campuran mur dan gahara yang beratnya 32, 745 kg (ayat 39: ia
membawa campuran minyak mur dan minyak gaharu, kira-kira 50 kati).
Untuk Apa minyak wangi yang kental (tōn arōmatōn) tersebut dan mengapa
dibubuhi ke tubuh Yesus?
Sebelum menjawab kegunaan itu semua, terlebih dahulu kita harus
mengetahui budaya penguburan orang Yahudi. “…menurut adat orang Yahudi bila
menguburkan mayat” (ayat 40)
Adat Yahudi atau kebiasaan orang Yahudi menguburkan mayat[41]:
1)
Penguburan dilakukan pada hari kematian, atau jika
terjadi di sore atau malam hari, maka penguburan dilakukan esok harinya.
2)
Sebelum dikubur maka ada tahap-tahap atau proses yang
harus dilakukan
o
dimandikan dan dibungkus
o
mayat bisanya diberi wangi-wangian dan
rempah-rempah (Yosephus, Jewish
Antiquities, 15.61, 17.196-199)
3)
Setelah dikubur, maka ada 7 hari masa meratap, hari
penguburan adalah hari pertama dari 7 hari masa meratap.
o
Di dalam tulisan Yosephus: “Arkhelaus (putra
tertua Herodes) melanjutkan ratapan selama 7 hari sebagai penghormatan kepada
ayahnya – sesuai kebiasaan Negara yang menetapkan lama hari meratap itu –
kemudian, sesudah memberi makan orang banyak dan mengakhiri ratapannya ia pergi
ke Bait Allah” (Yosephus, Jewish
Antiquities, 17.200)
o
Alkitab juga mencatat kebiasaan ini.
§
Yusuf meratapi Yakub (Kej 50:10)
§
Mayat Saul diratapi (1 Sam. 31:13)
o
Ratapan dilakukan dipintu masuk kubur atau di
dalam kubur
§
“para arkeolog kadang menemukan sebidang lantai
digali lebih dalam, untuk memungkinkan
orang yang meratap berdoa sambil berdiri tegak, sesuai kebiasaan Yahudi. Tentu
saja, karena orang yang meratap berdiri di dekat kubur, maka mayat diberikan
wewangian. Banyak botol dan kendi tempat wewangian ditemukan dalam kubur dan
gua penguburan.”
4)
Setahun sesudah kematian, maka tulang-tulang dari mayat
tersebut dikumpulkan dan menaruhnya dalam penyimpanan tulang atau dalam
osuarium (seperti peti yang terbuat dari batu kapur).
o
Praktik ini ditemukan dalam penggalian
arkeologis terhadap kuburan-kuburanYahudi zaman Yesus
o
Ada
tulisan-tulisan rabini Yahudi mengenai praktik ini
§
“Apa daging telah habis mereka mengumpulkan
tulang-tulang dan menguburkannya di tempat mereka sendiri” (m. Sanhedrin. 6:6).
§
“Putraku, kuburkan aku lebih dahulu di tempat
penampungan tulang, selang beberapa waktu kumpulkan tulang-tulangku dan taruh
mereka dalam osuarium tetapi jangan mengumpulkan mereka dengan tanganmu” (Semahot. 12. 9, Semahot 3.2)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa mayat Yesus diberi campuran mur dan gaharu
(minyak wangi yang kental), tujuanya supaya mayat Yesus tidak berbau, sehingga
dapat diratapi. Apa lagi Yesus dikubur sebelum sabat (di hari sabat tidak boleh
ada kegiatan), karena itu mayat Yesus dapat diratapi di hari Minggu (para Maria
datang ke kubur Yesus pada pagi hari Minggu dengan tujuan untuk meratapi mayat
Yesus). Jadi, karena mayat Yesus dapat diratapi hari Minggu, maka dibutuhkan
wewangian yang banyak, supaya saat diratapi, mereka yang meratapi mayat Yesus
tidak mencium bau tidak sedap dari kubur. Bukan supaya Yesus sembuh dari
luka-lukanya, karena Dia sudah mati, bukan cuma pingsan.
Norman Geisler dan Ron Brooks dalam
bukunya “When Skeptics Asks” menuliskan argumen terhadap pernyataan Yesus
pura-pura mati, jikalau memang rempah-rempah tersebut dapat menyembuhkan Yesus
yang telah mengalami runtutan penyikasaan yang telah diuraikan di atas maka
Yesus akan menghadapi rintangan-rintangan yang akan tidak memungkinkan Dia bisa
keluar dari kubur dengan selamat: “Yesus diberi balsam dengan kurang lebih
75-100 pon rempah-rempah dan perban dan diletakkan dalam kubur yang dijaga (Yoh.
19:39-40). Bahkan sekalipun Ia bangun dalam kubur-Nya, Ia tidak akan bisa
membuka kain pembungkus-Nya sendiri, menggulingkan batu kesamping dari jalurnya
yang sudah dipahat, mengalahkan para penjaga, dan melarikan diri tanpa
diketahui (Mat 27:60).”[42]
Catatan:
Alkitab Bahasa Yunani diambil dari:
Text Greek New Testament, Fourth Revised Edition Edited by Barbara Aland, Kurt
Aland, Johannes Karavidopoulos, Carlo M. Martini, and Bruce M. Metzger, 1998
Untuk
memperkuat argumen bahwa Yesus benar-benar mati di kayu salib, maka saya akan
mencantumkan tulisan-tulisan dari mereka yang hidup pada abad pertama dan ke
dua, mereka juga bukanlah orang yang mempercayai Yesus Tuhan, namun mereka
melaporkan dalam tulisan mereka mengenai penyaliban Yesus.
Laporan Penyaliban dari Dokumen Di Luar
Injil Kanonik (Dapat dilihat di tulisan Craig A. Evans Fabricating Jesus. Terj.Johny The, Merekayasa Yesus. Hal. 114-116)
Yosphus
Yosephus dilahirkan pada tahun 37 M dan ia menulis sebagian besar dari
keempat karyanya menjelang akhir abad pertama, kemungkinan tahun 93 M ia telah
menyelesaikan semua tulisannya: “Ia adalah Kristus. Ketika Pilatus, karena
mendengar bahwa ia dikenai tuduhan oleh orang-orang dengan jabatan tertinggi di
antara kami, telah menjatuhkan hukuman salib kepadanya, mereka yang dari
mulanya sudah mengasihi dia tidak melepaskan kasih sayang mereka kepadanya.
Pada hari ketiga ia menampakkan diri kepada mereka dalam keadaan kembali
hidup”( Josephus, The Antiquities. 18. 6-64).
Kornelius
Tacitus
Hidup sekitar 56-118 M adalah proconsul Asia
(sekitar 112 – 113 M), teman Pliny muda dan penulis Annals dan Histories.
Hanya beberapa bagian dari buku ini yang masih ada. Dalam Annals 15:44,
ia memberikan referensi tentang meninggalnya Yesus:
“Sebab itu, untuk memadamkan rumor (bahwa
pembakaran Roma terjadi berdasarkan perintahnya), Nero menyodorkan (pelaku
kejahatan itu) dan menghukum orang-orang yang dibenci karena kejahatan mereka
dengan cara yang paling mengerikan, orang-orang yang disebut orang banyak
sebagai “orang Kristen.” Christus, yang
menjadi sumber penamaan itu, telah menjalani hukuman mati selama pemeritahan
Tiberius, melalui peritah procurator Pontius Pilatus.”
Mara bar
Serapion pada tahun 72 M
“Keuntungan
apakah yang diperoleh orang Atena dengan membunuh Socrates , sementara balasan
yang mereka terima adalah bencana kelaparan dan pes? Atau orang Samos dengan membakar Pythagoras, karena dalam waktu satu
jam Negara mereka dipenuhi pasir seluruhnya? Atau orang Yahudi melaui kematian
raja mereka yang bijaksana, karena pada waktu yang sama kerajaan mereka
dirampas dari mereka? Allah dengan adil membalas kematian ketiga orang
bijaksana ini: orang-orang Atena mati karena kelaparan, orang Samos
diliputi air laut; orang –orang Yahudi, dihancurkan dan diusir dari tanah mereka,
dan tinggal secara terpisah datu dengan yang lain. Namun Socrates tidak mati
untuk selama-lamanya; ia membuuat ajaran Plato tetap hidup. Pythagoras tidak
mati untuk selama-lamanya; ia membuat patung Hera tetap hidup. Demikian juga
raja bijaksana itu tidak mati untuk selama-lamanya; Ia membuat ajaran yang
telah Ia beritakan tetap hidup.”
Lucian dari
Samosta
Hidup sekitar 115-200 M. Tulisan
merujuk pada kematian Yesus. Menurut passing of Peregrinus 11: “Orang-orang Kristen…menghormati Dia sebagai
allah, memandang Dia sebagai pemberi hukum, dan menempatkan Dia sebagai
pelindung – secara pastinya, selain hal itu mereka juga menyembah Dia, orang
yang disalibkan di Palestian karena Ia memperkenalkan pemujaan baru ini ke
dalam dunia.”
Tulisan Dari Orang Yahudi
“Pada
malam menjelang Paskah, mereka menyalibkan Yesus orang Nazaret. Dan kabar
beredar, di depan-Nya, selama empat puluh hari, yang mengatakan: “ia akan
dilempari batu, karena Ia mempraktikan tenung dan membujuk serta menyesatkan
orang Israel.
Biarlah setiap orang yang tahu sesuatu yang membela kepentingan-Nya datang
memohon bagi Dia.” Namun, karena tidak menemukan sesuatu yang membela
kepentingan-Nya, mereka menyalibkan Dia pada malam menjelang Paskah.” (Talmud
Babilonia. Sanhendrin 43a)
Kesimpulan
Proses memang cepat, karena para imam kepala dan Imam besar menghendaki
kematian Yesus secepatnya, berhubungan dengan kekawatiran mereka terhadap
Kaisar Romawi yang akan memandang ketenaran Yesus sebagai gerakan pemberontakan
dari Israel dan waktu yang sangat sedikit bagi para imam untuk mengadili Yesus
berhubungan dengan kesibukan mereka di hari Paskah dan tujuh hari Roti Tidak
Beragi, sehingga mereka harus mengadili Yesus sebelum korban Paskah. Gubenur
Pilatus pun menghendaki kematian Yesus, karena kepopuleran Yesus dapat
mengakibatkan pemberontakan (orang Israel
menyebut-Nya raja, bukan Kaesar sebagai raja mereka) Akibatnya dapat terjadi
pencopotan jabatan Pilatus dari Gubernur. Hal
ini tidak memungkinkan adanya persengkongkolan Yesus dengan gubernur dan para
imam atau anggota Sanhedrin (Yusuf dari Arimatea adalah salah satu dari anggota
Makamah Agama [Mark 15:43]).
Penyiksaan Yesus sampai Dia disalibkan berdasarkan bukti sejarah
(penyaliban yang biasa dilakukan orang Romawi) dan berdasarkan penelitian ilmiah
(kedokteran), maka penyiksaan dan penyaliban terhadap Yesus pasti akan
membuat-Nya mati. Prediksi dari serdadu Roma semakin memperkuat bukti bahwa
Yesus mati di kayu salib. Serdadu Romawi yang sudah terbiasa mengeksekusi
membuatnya tidak salah sewaktu dia memprediksi kematian Yesus, untuk lebih
meyakinkan prajurit penjaga tersebut menombak-Nya. Menurut ahli: tombak
tersebut menusuk paru-paru kanan dan jantung pasti menyebabkan Yesus mati.
Jadi, Yesus pasti mati sewaktu disalibkan.
Sanggahan yang mengatakan Yesus diberi obat sewaktu disalib sehingga
terlihat kelihatan mati dan rempah-rempah menyebabkan Yesus pulih sungguh tidak
sesuai dengan bukti sejarah dalam kebiasaan orang Romawi mengeksekusi korban
penyaliban dan tidak mengetahui tradisi orang Yahudi menguburkan orang mati pada
jaman Tuhan Yesus.
Teori pingsan menurut saya adalah hanya rekayasa dari orang-orang yang
tidak mempercayai Yesus adalah Tuhan yang telah mati dan bangkit pada hari yang
ke tiga. Mereka mengawali dengan teologia “Yesus bukan Tuhan, tetapi hanya
manusia biasa” dan memperkuat teologi mereka dengan argumen-argumen mereka, akibatnya
sering sekali argumen mereka tidak masuk akal dan terlihat fiksi atau hasil
rekayasa (hayalan) dan tidak berdasarkan bukti-bukti sejarah atau memaksakan
bukti-bukti yang ada untuk mendukung teologia mereka.[43] Namun, imam Kristen bukanlah hayalan tetapi
hasil dari bukti sejarah yang sangat kuat. – “Yesus sungguh-sungguh telah mati
di atas kayu salib (peristiwa yang terjadi di dalam sejarah) dan itu semua
memiliki tujuan, yaitu untuk menanggung hukuman kematian kekal yang seharusnya
manusialah yang harus menanggungnya, karena manusialah yang berdosa di hadapan
Allah. Akibatnya manusia yang di dalam Yesus tidak memperoleh hukuman, tetapi memperoleh
kehidupan kekal, alias Surga, bukan neraka” – itulah iman Kristen (iman yang timbul
dari bukti sejarah [peristiwa Yesus selama di bumi] dan bukti sejarah
memperkuat iman).[44]
Penutup
Bukti-bukti mengenai Yesus mati di
kayu salib bukanlah hanya didapatkan dari Injil-injil Kanonik, tetapi
bukti-bukti sejarah begitu banyak mendukungnya. Craig L. Blomberg:
“Saya mengetahui dari
riset saya sendiri bahwa terdapat bukti yang sangat kuat bahwa laporan-laporan
Injil layak dipercaya…Tahukah Anda, ini ironis: Alkitab menganggap seseorang
yang memiliki iman yang tidak membutuhkan bukti patut dipuji. Ingat bagaimana
Yesus memberi jawaban kepada Tomas si peragu: ‘Karena engkau telah melihat Aku,
maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.’
Dan saya tahu bahwa bukti tidak akan pernah dapat mendorong atau memaksa iman.
Kita tidak dapat menggantikan peran Roh Kudus, yang sering kali merupakan
sesuatu yang penting bagi orang Kristen saat mereka mendengar diskusi-diskusi
seperti ini. Namun saya akan mengatakan ini kepada Anda: terdapat banyak kisah
tentang para sarjana dalam bidang Perjanjian Baru yang belum menjadi Kristen,
namun melalui studi mereka atas isu-isu ini telah memiliki iman kepada Kristus.
Ada tak
terhitung banyaknya sarjana lagi, sudah menjadi percaya, yang imannya telah
diperkuat, diperteguhkan, diberi dasar, karena bukti – dan itulah kategori di
mana saya termasuk di dalamnya.” [45]
Saya mengutip pernyataan dari seorang ahli Perjanjian Baru lulusan dari Yale Univerity
Divinity School
dan memperoleh gelar doktor dengan lulusan peringkat pertama dari Princeton
Theological Seminary, Gregory A Boyd, Ph.D: “Kebenaran teologis berdasarkan
pada kebenaran sejarah. Itulah cara Perjanjian Baru berbicara…Saya tidak ingin
mendasarkan kehidupan saya pada suatu symbol. Saya menginginkan realitas, dan
iman Kristen selalu berakar pada realitas. Apa yang tidak berakar pada realitas
adalah iman para sarjana liberal. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti
angan-angan khayalan, namun Kekristenan bukanlah suatu angan-angan khayalan.”[46]
Hal ini berarti kepercayaan orang
Kristen bahwa Yesus adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia di dalam
sejarah adalah peristiwa yang pernah terjadi di sejarah. Jika, iman Kristen
berdasarkan bukti sejarah, maka seharusnyalah orang Kristen harus mampu
membuktikannya berdasarkan sejarah, karena jika tidak dapat membuktikannya maka
iman Kristen akan runtuh. Apa lagi adanya serangan-serangan dari luar yang memakai
“sejarah” untuk membuktikan kisah di Injil hanyalah hasil iman para murid dan
bukanlah sejarah. Paulus pun pernah menghadapi serangan ini, namun ia
membelanya dengan bukti-bukti sejarah, yaitu melalui para saksi mata yang
melihat peristiwa sejarah hidup, mati dan bangkitnya Yesus dari kubur. (1 Kor.
15:1-8).
Saya berharap semoga dengan adanya tulisan saya ini dapat menjadi bahan
pembelajaran bagi orang Kristen untuk: pertama memperkuat iman mereka kepada
Yesus yang telah mati untuk menebus dosa orang-orang pilihan-Nya, kedua,
menyadarkan mereka bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihi mereka sehingga mau
mati demi mereka. Karena itu mereka pun seharusnya mengasihi Yesus. Dan ketiga,
menjadi bahan tambahan argumentasi jika ada orang yang mempertanyakan iman
Kristen mengenai kematian Yesus berdasarkan bukti sejarah.
“Tetapi kuduskanlah
Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu
untuk memberi pertanggung jawab (apologian:
“apo”: dari, melalui. “logian”: yang rasional) kepada tiap-tiap orang yang
meminta pertanggung jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi
haruslah dengan lembah lembut dan hormat” (1 Pet. 3:15).
[1] C. Marvin Pate end Sherly L. Pate, Crucified In The Media, terj. Yeri
Ekomunajat, Disalibkan Oleh Media (Yogya:
Andi, 2007) 199. baca juga Craig A. Evans, Teriakan
Kematian Yesus, Ed. Troy A. Miller, Hari-hari
Terakhir Yesus (Jakarta:
Perkantas, 2010) 14-15
[2]
D.H. Lawrenee, Love among the Haystacks and Other Stories (New York: Bantam,
1965), 125
[3] C.
Marvin Pate end Sheryl L. Pate, Crucified In The Media. 199
[4] Ibid 200-201. Lee Strobel, The Case For Christ,
Ed. Lyndon Saputra. Terj. Jennifer E. Silas, Pembuktian Atas Kebenaran
Kristus (Batam: Gospel Press, 2002) 248-249
[5] Craig A. Evans, Teriakan
Kematian, Ed. Troy A. Miller, Hari-hari
Terakhir Yesus. 14-15
[6] Mark A. Marinella, Died He for Me.
Terj. Johny The, Yesus yang Disalib
Bagiku, (Yogyakarta: Andi, 2009) 39
[7] G. E. Ladd: “…kekawatiran orang-orang Farisi
dan para Imam bahwa popularitas-Nya akan menimbulkan suatu gerakan dengan karakter
sedemikian rupa sehingga pemerintahan Romawi akanmenafsirkan sebagai suatu
pemberontakan dan akan ikut campur untuk menghanciurkan gerakan itu maupun
bangsa Yahudi”. G. E. Ladd, Teologi
Perjanjian Baru Jilid 1 (Bandung:
Kalam Hidup, 2002), 183
[8] G. E.
Ladd: “Pada puncak popularitas-Nya, ketika Yesus menyatakan kuasa ilahi-Nya
dengan melipatgandakan roti dan ikan untuk memberi makan lima ribu orang,
menimbulkan satu gerakan spontan di mana orang banyak berusaha memaksa Yesus
untuk menjadi Raja (Yoh 6:15), dengan harapan bahwa Ia dapat dibujuk untuk
memakai kuasa ilahi-Nya yang luar bisa itu untuk menumbangkan kuk bangsa kafir
dan membebaskan umat Allah dari perbudakan yang mereka benci dan dengan
demikian mendirikan Kerajaan Allah. Pentingnya harapan ini bahwa Yesus akan
menjadi seorang pembebas mesianis politis dapat dipahami bila orang mengingat
kembali serangkaian pemberontakan mesianis yang mewarnai masa itu. Seandainya
maksud Yesus ialah menawarkan satu kerajaan dunia dan politik keturunan Daud
kepada bangsa Yahudi, maka mereka akan menerimanya saat itu juga dan bersedia
mengikut Dia bila perlu sampai mati untuk melihat pembentukan kerajaan yang demikian” Ibid, 183
[11] Craig
A. Evans, Teriakan Kematian Yesus,
Ed. Troy A. Miller, Hari-hari Terakhir
Yesus. 17
[12] “Panen
jatuh antara Paskah dan Pentakosta. Dengan datangnya Paskah gandum sudah dapat
dituai; itulah sebabnya pada hari kedua dari hari besar ini (Hari Roti Tidak
Beragi) berkas pertama dari gandum yang dituai itu dipersembahkan kepada TUHAN
untuk diunjukkan imam di hadirat Allah. Baru sesudah hal ini dilakukan, maka
orang dapat mulai dengan menuai (Im 23:9-14)… Pentakosta yang berarti
“kelimapuluh”, oleh karena dirayakan pada hari ke-50 sesudah hari Paskah.
Perjanjian Lama hari raya Pentakosta ini disebut hari raya lepas tujuh minggu,
hari raya menuai atau hari raya menuai buah bungaran (Kel 23:16; 34:22; Im.
23:15-21; Bil 28:26-31; Ul 16:9-12). Pada hari Pentakosta dipersembahkan korban
buah bungaran, yakni dua roti yang dibuat dari tepung gandum yang baru dituai
itu, suatu lambang mempersembahkan seluruh hasil kepada Tuhan .” F. L. Bakker,
Sejarah Kerajaan Allah 1.(Jakarta: BPK, 1987), 324-325
[13] Paskah yang ditulis di Yohanes adalah Paskah menurut
kalender yang ditetapkan Imam Besar, sedangkan Matius, Markus, dan Lukas
menuliskan berdasarkan kalender yang lain. Menurut F. F. Bruce: “ada alasan
yang kuat untuk percaya bahwa kelompok-kelompok agamawi tertentu (termasuk
Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya) mengikuti kelender lain dari yang ditentukan
Imam Besar dalam mengatur kebaktian-kebaktian di Bait Allah. Imam Besar dan
mereka yang mengikuti perhitungannya makan Paskah pada hari Jumat malam (Yoh.
18:28, 19:14). Yesus dan murid-murid-Nya agaknya makan lebih dulu pada minggu
itu.”. F. F. Bruce, Dokumen-dokumen Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK ) 203.
[14]
“Waktu Yesus hidup di bumi ini, adalah kebiasaan untuk menyembelih korban
Paskah antara jam tiga sore dan matahari masuk di dalam Bait Suci di Yerusalem”
F. L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1.
239
[15]“Walaupun
masih dapat mengadili kasus-kasus yang berhunbugan dengan agama, hak prerogatif
(khusus) Sanhedrin berubah seiring dengan dimulainya pemerintahan Romawi secara
langsung di Yudea: (1) Coponius, gubernur pertama (tahun 6 M), dikirim oleh
Augustus dengan kekuasaan penuh ‘yang mencakup hukuman mati’ (Yosephus, J.W 2.8.1/117; bandingkan Ant 18.1/1/2). (2) Tradisi Tannaitic
menegaskan bahwa ‘hak untuk mengadili kasus-kasus di mana terdakwanya diancam
dengan hukuman mati dicabut dari tradisi Israel empat puluh tahun sebelum
Bait suci dihancurkan’ (y. Sanh. 1.1;7.2;
bandingkan b. Sanh 41a; b. Abod. Zar.
8b); (3) hak orang Yahudi untuk
menjatuhkan hukuman mati diberlakukan kembali seminggu setelah pasukan Romawi
menghentikan pengepungan atas Yerusalem pada bulan September tahun 66 M; ‘Pada
tanggal 22 bulan Elul eksekusi terhadap para terpidana mati dimulai lagi’ (Meg. Ta’an. 6)” C. Marvin Pate end
Sherly L. Pate, Crucified In The Media, terj.
Yeri Ekomunajat, Disalibkan Oleh Media.
155
[17] Craig
A. Evans, Teriakan Kematian. 32-34
[18]
Darrell L. Bock end Daniel B. Wallance, Dethroning Jesus. Terj. Helda Siahaan, Mendongkel Yesus dari Tahta-Nya (Jakarta: Gramedia, 2009) 189
[19] C.
Marvin Pate end Sheryl L. Pate, Crucified In The Media. 158
[20] Mark A. Marinella, Died He for Me, 39
[21] Digesta
48.19.8.3; Yosefus, J.W.2.306. Craig A. Evans, Teriakan Kematian, 39
[22] Ibid, 39 dan Mark A. Marinella, Crucified In The Media, 47
[23] Lee Strobel, Pembuktian
Atas Kebenaran Kristus, 252-253
[24] Mark A. Marinella. 48
[25] Ibid,
44-45
[26]
Craig A. Evans, Teriakan Kematian. 37
[27]
Ibid. 40-41
[28] Mark A. Merinella, 57
[29]
Ibid. 63
[30] Lee Strobel, 259. “Penemuan penting sebuah osuarium
di tahun 1968 (osuarium no. 4 dalam Kubur I, di Giv’at ha-Mivtar) dari seorang
laki-laki Yahudi bernama Yohannan, yang jelas telah disalibkan, menyediakan
petunjuk arkeologis dan pengertian tentang bagaimana Yesus sendiri telah
disalib. Osuarium dan isinya berasal dari tahun 20-an M- yaitu semasa
pemerintahan Pilatus, gubernur Romawi yang
sama yang telah menghukum mati Yesus. Peninggalan sebuah paku besi (sepanjang
11,5 cm) dengan jelas terlihat masih menancap di tulang tumit kanan (atau calcaneum)” Craig A. Evans. Teriakan Kematian. 62
[31] Ibid. 256-257
[32]
C. Marvin Pate end Sherly L. Pate. Crucified
In The Media . 199
[33]
Lee Strobel. 257-258
[34] .
“Merupakan protokol khas bahwa para penjaga berjaga di dekat salib sampai sang
korban meninggal.”Craig A. Evans. Teriakan
Kematian. 41
[35] C. Marvin Pate end
Sherly L. Pate. 147
[36]
Craig A. Evans.Teriakan Kematian 43-44
[37]
Craig A. Evans. Heningnya Penguburan. Ed.
Troy A. Miller, Hari-hari Terakhir Yesus (Jakarta: Perkantas, 2010)
58
[38]
Ibid 58
[39]Ibid.
59
[40]Craig
A. Evans: “Karena Makamah Agama Yahudi (atau Sanhedrin) menyerahkan Yesus
kepada penguasa Romawi untuk dihukum mati, maka mereka wajib mengatur
penguburan yang layak (sebagaimana dalam m.
Sanh. 6:5). Tugas ini jatuh ke Yusuf dari Arimatea, seorang anggota Makamah
Agama. Narasi Injil sepenuhnya sesuai dengan kebisaan Yahudi, yang dihormati
oleh penguasa Romawi dalam masa damai” Ibid, 76
[41]
Craig A. Evans, Heningnya Penguburan.
Ed. Troy A. Miller. Terj. Paul S. Hidayat, Hari-hari
terakhir Yesus. (Jakarta:
Perkantas, 2010) 53-54
[42]
Norman Geisler end Ron Brooks, When
Skeptics Asks. Terj. Jhony The, Ketika
Alkitab Dipertanyakan (Yogyakarta: Andi,
2006) 141
[43]
“…kaum liberal yang radikal ingin agar kita percaya bahwa kita tidak dapat
memastikan apa pun menyangkut kata-kata teks Pernajian
Baru…Ironisnya…pendekatan ini justru bertitik tolak dari kesimpulan yang ingin
mereka buktikan, lalu mereka hanya berurusan dengan bukti yang mendukung
kesimpulan tersebut. Kesimpulannya menentukan metodenya, bukan sebaliknya. Ini
bukanlah sikap yang jujur dalam mencari kebenaran” J. Ed Komoszewski, M. James
Sawyer end Daniel B. Wallace, Reinventing
Jesus. Ed. Lily Endang Joeliani. Terj. Anwar Tjen dan Pericles G. Katoppo.
(Jakarta:
Perkantas, 2011), 91
[44]“Inti pemberitaan Kristen dapat dirangkum sebagai
berikut: Allah telah menjadi manusia dalam ruang dan waktu sejarah. Dia hidup
di antara kita, mati di atas kayu salib, dan bangkit dari antara orang mati.
Salah satu implikasi dari inkarnasi – Allah menjadi manusia – adalah bahwa
Inkarnasi mengajak kita, bahkan mengharuskan kita meneliti kredibilitas
historisnya. Kitab-kitab Injil secara panjang lebar mengisahkan tentang siapa
Yesus, di mana dan kapan Ia berkarya. Pembaca diajak untuk memerikasa datanya
dan meneliti benar tidaknya. Jika ada yang mengira, orang dapat menjadi Kristen
tanpa yakin akan historitas Yesus
Kristus, ia cuma
berkhayal. Kekristenan tak lain dari Kristus. Tanpa Dia, Injil tidak bermakna.”
Ibid, 268
[45] Lee
Strobel. 67
[46]
Ibid. 161-162
Komentar
Posting Komentar